Quantcast
Channel: nimadesriandani
Viewing all 1014 articles
Browse latest View live

Ketupat Merang Sukabumi.

$
0
0

Ketupat! Secara umum identik dengan hari raya Idul Fitri. Walaupun di beberapa daerah di Indonesia, ketupat memiliki makna adat yang lain.

Kali ini saya cuma ingin menuliskan bagaimana orang di Sukabumi menyiapkan ketupatnya untuk hari raya Lebaran. Sedikit berbeda dengan kebiasaan membuat ketupat di kampung halaman saya di Bali. Karena itu saya ingin menuliskannya.

1. Pembuatan Kulit Ketupat (Cangkang)

Ini bisa dilakukan sendiri dari janur. Tapi jaman sekarang, hanya sedikit orang yang bisa dan punya waktu untuk membuat sendiri. Kebanyakan membeli kulit ketupat yang sudah jadi di pasar.

2. Menyiapkan Beras.

Beras dicuci bersih, ditiriskan lalu dicampur dengan sedikit garam dan air kapur sirih. Garam ditambahkan agar ada rasa dan berfungsi sebagai pengawet. Kapur berfungsi agar textur ketupat menjadi kenyal.

3. Memasukkan beras ke dalam kulit ketupat.

Kulit ketupat diisi dengan beras bersih yang sudah dicampur dengan garam dan air kapur. Setiap kulit ketupat diisi setengah lebih sedikit ( sekitar 60%) dari ruang ketupatvyang tersedia, untyk memastikan agar ketupat memiliki kepadatan yang tepat dan tidak mudah basi. Jika kurang dari 60% umumnya ketupat akan terlalu lembek dan mudah rusak. Sebaliknya jika lebih dari 60% ketupat akan menjadi terlalu padat dan keras texturnya sehingga kenikmatannya berkurang.

4. Merang.

Untuk mendapatkan ketupat dengan warna coklat yang menarik, maka ketupat direbus dengan air merang padi. Selain itu air merang padi juga memberikan aroma wangi khas pada ketupat.

Cara menyiapkannya, merang padi dibakar . Setelah dibungkus dengan kain kasa, lalu dimadukkan ke dalam air untuk merebus ketupat.

5. Merebus Ketupat.

Ketupat direbus sekitar 8 jam lamanya dengan api sedang. Baru diangkat dan digantung gantung agar airnya tiris dan ketupat kering.

Selamat menyambut hari raya Idul Fitri teman teman!. Mohon maaf lahir dan bathin.


Petualangan: Sendiri Di Tengah Hutan.

$
0
0

Pernahkah teman pembaca berada di tengah hutan? Sendirian? Tanpa ada satu manusiapun di sekeliling kita?Hanya kesunyian dan suara hutan?.

Saya sering melamun berada dalam suasana seperti itu. Indah, tenang dan damai dalam bayangan saya. Menyatu dengan alam. Tapi ketika lamunan itu menjadi kenyataan, dan saya sungguh -sungguh berada sendirian di tengah hutan, ternyata saya ngeper juga. Tak seindah yang saya bayangkan!.

Kejadiannya adalah ketika saya mengajak adik, anak dan 2 keponakan saya bermain ke Pondok Halimun di kaki Gunung Gede. Rencana awalnya sih cuma mau foto foto di kebun teh dan bermain di kali. Tetapi anak saya ingin mengajak kami naik ke lereng Gunung Gede menuju Curug Cibeureum.Waduwww… tentu saja saya tidak setuju, karena selain jauh, matahari juga sudah mulai sedikit miring ke barat.

Tahun sebelumnya ia sudah ke sana dan seingat saya, bolak balik membutuhkan waktu tidak kurang dari 4 jam.

Penyebab lain karena kami tidak dalam keadaan siap untuk mendaki dan memasuki hutan. Keponakan saya yang perempuan menggunakan sandal high heel, sementara keponakan yang laki, kakinya sedang luka kena pecahan keramik sehari sebelumnya. Sementara saya sendiri sangat mudah terserang kram kalau kelelahan.

Tapi tanpa menunggu persetujuan saya, anak dan 2 keponakan saya sudah melesat jauh di depan. Langkah mereka sangat ringan dan cepat. Tak punya pilihan, terpaksa saya dan adik saya mengekor di belakang.

Kami memasuki pos penjagaan pertama, menuliskan identitas dan mulai berjalan memasuki areal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jalanan cukup landai dengan semak terbuka di sana sini. Sedikit demi sedikit jalanan yang dilapisi batu kali itu mulai menanjak. Saya berjalan sambil melihat lihat pemandangan sekitar. Pohon pohon dan belukar. Semak semak dan air sungai serta kali kecil yang mengalir jernih di sela bebatuan. Indah.

Bunga bunga liar dan kupu kupu aneka warna. Juga belalang dan capung. Saya terus melangkah. Jalanan semakin menanjak. Entah karena saya terlalu banyak memperhatikan kupu kupu dan bunga bunga liar, atau entah karena langkah kaki saya memang lambat, sekarang adik saya sudah berada sekitar 15 meter di depan saya.

Kaki yang kram

Jalanan berbelok dan menanjak. Saya mulai merasakan tanda tanda kelelahan pada kaki saya. Kram kaki!. Inilah yang saya takutkan.

Saya berhenti sejenak. Melatih kaki kanan saya dan menenangkannya agar tidak kram lagi. Beberapa saat kemudian, kaki saya bisa digerakkan dengan baik kembali. Sayapun melanjutkan perjalanan. Adik saya sudah tak tampak lagi di depan. Jalanan kembali menanjak dan sekarang saya melihat ada lahan terbuka tempat camping ground yang kelihatannya kurang terpelihara. Saya melintas. Aduuh kaki kanan saya kram lagi. Untung cuma sebentar.

Saya terus berjalan. Berusaha menyusul adik saya. Tetapi tak kelihatan sama sekali. Mungkin sudah terlalu jauh. Saya tetap melangkahkan kaki saya pelan pelan di jalanan yang menanjak itu.

Papan Petunjuk Yang Ada.

Sekarang saya melihat papan petunjuk. Ke kiri arah pendakian Gunung Gede, ke kanan ke arah air terjun Cibeureum. Saya jadi tahu jika saya harus ambil jalan ke kanan.

Saya berjalan ke kanan sesuai dengan petunjuk. Mendaki lalu menurun. Astaga! Kaki saya kram kembali. Kali ini saya paksa tetap berjalan. Mengingat jarak saya tertinggal sudah semakin jauh. Saya seret kaki saya dengan rasa salit yang amat sangat. Akhirnya saya tiba di sebuah area terbuka. Mungkin bekas camping ground. Saya melihat ada bangunan baru yang belum selesai dikerjakan. Saya berharap bertemu manusia di sana. Minimum buruh bangunan yang bekerja. Tapi kelihatannya tidak ada seorangpun di situ. Mungkin para pekerja sudah mulai libur karena puasa menjelang Ramadhan.

Tidak ada jaringan seluler sama sekali.

Saya berhenti agak lama di sana karena kaki kram saya sangat membandel. Melintir dan tak mau diatur. Sekarang malah ke dua duanya. Kiri dan kanan. Saya pijit pijit dan tepuk tepuk kaki saya. Stretching kiri kanan ke deoan ke belakang. Saya mencoba menelpon adik saya. Astaga! Saya baru sadar, ternyata di sini tidak ada jaringan sama sekali. Jadi????

Pikiran saya tiba tiba bergerak buruk. Saya menoleh ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang. Tak ada satu bayangan manusiapun di situ. Bagaimana jika ? Ooh pikiran saya sangat buruk. Seandainya ada seseorang berbuat jahat pada saya saat itu.. merampok, memperkosa atau membunuh saya di tempat itu… siapakah yang akan tahu? Fuiih… saya cepat cepat menghapus pikiran buruk itu dari kepala saya. Lalu sayapun berjingkat. Terus berjalan. Saya harus berani. Demi anak saya yang sudah jauh berlari di depan.

Bulu Tengkuk Yang Merinding

Ada bangunan bangunan tua yang sudah rusak di situ. Batu batu yang cukup besar. Mungkin dulunya tempat ini adalah camping ground juga. Atau bangunan penjagaan team Konservasi Hutan barangkali . Saya tak tahu persis. Kaki saya mulai agak membaik. Langkah kaki saya lebih ringan.

Sekarang saya memasuki jalan setapak yang dinaungi oleh dahan dahan dan ranting pohon dari kiri kanan jalan setapak. Cahaya matahari meredup. Senja temaram di bawah kanopi hutan. Bulu tengkuk saya sedikit meremang.

Saya mengunci pikiran saya dan mensugesti diri saya sendiri bahwa saya tidak boleh takut dan tidak ada apapun yang boleh menguasai diri saya selain saya sendiri. Perlahan saya mulai sedikit tenang.

Apakah Saya Tersesat?

Namun ternyata itu hanya sebentar saja. Saya melihat tiang lapuk penunjuk jalan yang tak ada keterangannya. Rasa ragu ternyata sulit dibendung. Benarkah jalan yang saya lalui ini menuju Curug Cibeureum?. Bagaimana kalau saya tersesat? Ke mana anak dan keponakan saya pergi? Ke mana adik saya?. Saya sangat khawatir akan keselamatan anak-anak di depan. Rasa galau yang amat sangat menguasai hati saya.

Akhirnya saya berteriak memanggil manggil nama anak saya. Berharap suara saya bergema di seluruh hutan dan gunung itu dan terdengar oleh anak saya. Namun tak ada satupun yang menyahut. Hanya kesunyian dan suara hutan. Saya merasa sangat hampa. Semoga anak-anak baik baik saja.

Kekhawatiran akan nasib anak anak membuat saya kuat kembali. Demi anak anak. Saya tak boleh berhenti. Berjalan lagi, tibalah saya di tepi sebuah sungai.

Menyeberang Sungai.

Ada batu penyeberangan yang bisa saya injak satu per satu agar aman tak terbawa arus. Kalau saja ini pagi hari

Lewat sungai jalanan menanjak. Kaki saya mulai terasa lelah lagi. Ada pohon tumbang. Saya meloncatinya. Lalu berjalan lagi sambil berteriak memanggil manggil nama anak saya.

Saya menguatkan hati saya. Saya harus terus berjalan.

Oh… ada sungai lagi. Rasa ingin membuang air kecil tak tertahankan. Saya menyeberang dan akhirnya memutuskan membuang air seni di sana dengan sebelumnya memohon maaf. Ha ha… saya merasa di manapun berada tetap harus bersopan santun. Huh. Daripada daripada….

Medan Yang Semakin Sulit.

Selepas sungai, jalanan menanjak lagi. Disebelahnya jurang. Kanan…kiri..kanan.. Aduhai… medannya makin sulit. Batu batu di jalanan licin berlumut. Menanjak dan terus menanjak makin curam. Saya melangkah dengan sangat hati hati agar tidak tergelincir. Langkah saya makin berat.

Di atas ada tanah agak longsor di tepi jalan yang terjal. Saya melewatinya dengan sulit.

Saya Menyerah!!!

Kali ini kaki saya tiba pada bagian kram yang sangat serius. Rasa sakit menjalar sampai ke pangkal paha. Ke dua kaki saya tak bisa saya koordinasikan. Memelintir dan sakit tak terperi. Saya berusaha tetap merangkak ke atas. Perlahan lahan. Batu demi batu. Akhirnya saya tiba pada puncak kesakitan dan kelelahan. Saya menyerah!!!

Keringat saya mengucur. Jantung saya terasa berdegup lebih kencang. Saya memutuskan untuk duduk dan diam. Sambil meluruskan kaki saya. Baru saya sadari, saya sangat haus. Dan apesnya saya tidak membawa bekal air minum.

Dalam kelelahan saya mulai ragu. Apakah jalan yang saya lalui ini benar menuju Air Terjun? Kalau iya, masih seberapa jauh lagikah? Mengapa tidak ada plang penunjuk jalan yang menyebutkan Air Terjun sekian kilometer lagi, misalnya?. Saya menengok ke atas, kelihatannya puncak tinggal sedikit lagi. Tapi di manakah air terjun itu?.

Bagaimana jika jalan ini ternyata tidak menuju air terjun? Semakin jauh saya berjalan tentu saya semakin tersesat. Sementara matahari semakin temaram. Sudah pukul setengah empat sore. Jika saya salah jalan, tentu akan lebih sulit buat saya pulang dengan kondisi kaki seperti ini. Hari akan segera gelap. Melanjutkan perjalanan bukanlah pilihan saya saat ini.

Tapi saya percaya, adik saya yang di depan menyusul anak-anak adalah seorang wanita pemberani. Saya mengenalnya sejak kecil. Dan saya tahu ia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan anak-anak kami.

Saya menunggu dan berteriak lagi memanggil nama anak saya. Suara saya seperti tertelan dalam kesunyian rimba. Tiba- tiba ada suara bergerusak di pepohonan di sisi kiri saya. Saya terkejut. Gentar juga. Saya waspada dan menunggu. Ternyata tidak ada apa apa. Oooh! Lega rasanya.

Tetapi kejadian itu membuat saya menjadi lebih peka. Teringat bahwa di sini masih berkeliaran Macan Tutul yang walaupun sebenarnya pemalu, tetapi jika kepepet bisa menyerang manusia juga. Bagaimana jika tiba tiba ada Macan datang dan menyergap saya di sini? Atau lihatlah pohon pohon yang batang dan rantingnya melambai itu. Bagaimana jika ada ular besar tiba tiba memagut dan menelan saya hidup hidup di sini? Whua..😭 Bergidik saya memikirkan kemungkinan itu.

Ternyata sendirian di tengah hutan itu tidaklah seindah dan setenteram yang saya bayangkan.

Saya mengirim pesan kepada adik saya dan anak saya, walaupun saya tahu jaringan tidak ada. Saya akan turun. Tak ada gunanya meneruskan perjalanan ataupun menunggu sendiri di situ. Karena hari sudah gelap juga. Siapa tahu ada muzizat dan pesan saya ini terkirim kepadanya. Saya hanya bisa berdia semoga mereka baik baik saja semyanya dan nenikmati petualangannya ke Curug Cibeureum.

Serangan Pacet.

Akhirnya dengan mengikhlaskan dan memasrahkan diri kepadaNYA, sayapun berjalan turun. Ternyata dengan berat badan yang lumayan, berjalan turun juga bukan pekerjaan yang mudah 😀.

Turunan demi turunan, kelokan demi kelokan. Saya menyeberang balik dua sungai yang sebelumnya saya seberangi. Menembus jalanan sempit yang dipenuhi semak dan rumput. Saya berjalan terus dengan cepat sambil menunduk. Bulu kuduk saya meremang.

Tiba tiba ada yang terasa gatal dan nggak nyaman di betis saya. Astaga !!!. Ternyata kaki saya dikerubungi pacet!!!. Lintah yang hidup di dedaunan. Menempel dan mulai mengisap darah saya. Saya sangat panik dan berusaha melepaskan pacet pacet itu. Semakin panik, ternyata semakin sulit dilepas. Lepas dari kaki malah ada yg langsung menempel di tangan saya.

Waduuuh… ini lah masalah riil yang benar benar saya hadapi di hutan ini. PACET!!. Bukan hantu, pemerkosa, macan ataupun ular. Pacet ini benar-benar gila. Menempel, melubangi kulit dan mengisap darah saya. Dan saya rasa itu juga yang ia lakukan jika bertemu dengan mamalia lain yang melintas di sini.

Akhirnya setelah menenangkan diri saya mulai bisa mencabut pacet itu satu per satu dari kaki saya. Darah saya tetap mengucur keluar dari bekas gigitannya.

Setelah tenang saya melanjutkan jalan menurun. Cahaya senja makin meredup. Kembali melewati jalanan yg ditutupi ranting ranting pohon. Agak gelap di sini. Suara tupai. Dan anak burung Kedasih.

Sekarang saya mulai menikmati kesunyian hutan ini. Apa yang saya takuti? Mengapa saya harus terus menunduk dan takut? Bukankah seharusnya saya menikmati kedamaian ini?.Saya memotret bunga bunga liar dan daun daun pakis di sekeliling. Alangkah indahnya flora hutan yang beragam ini.

Ketakutan datang ketika kita mengambil jarak dan membiarkan diri kita menjadi orang asing di lingkungan itu. Namun jika kita menebas jarak dan membiarkan diri menjadi bagiannya, ketakutan itu ternyata menghilang.

Akhirnya saya tiba di pos penjagaan. Akhirnya bertemu dengan manusia. Bertemu dengan Igor, pria yang mengabdikan waktunya untuk konservasi fauna di taman nasional itu. Saya berbincang dengannya tentang berbagai jenis ular yang hidup di hutan itu sambil menunggu anak anak yang akhirnya pulang setelah berhasil mencapai Curug Cibeureum.

Sungguh sebuah perjalanan yang menarik!.

Anakan Pohon Kari.

$
0
0

Kemarin, saya dan Asti – seorang sahabat saya, diantar pulang oleh supir dari sebuah acara kantor di Bogor. Rumah Asti lebih dekat. Jadi kami mengantar Asti dulu, baru saya. Karena ngantuk, sepanjang perjalanan saya tidur. Bangun bangun sudah di depan rumah Asti.

Begitu membuka mata, sungguh saya terpesona. Mata saya terbelalak. Whua… pohon Kari!!!. Lebat sekali daunnya. Ada bunga dan buahnya pula. Bahkan ada anakannya. Banyak sekali bertebaran di tanah.

Pohon Kari atau disebut dengan nama lain Pohon Salam Koja (Murraya sp), adalah salah satu tanaman yang daunnya umum dimanfaatkan untuk penyedap masakan sebagaimana halnya dengan daun Salam biasa. Rasanya sedikit berbeda tetapi sama sama sedap.

Sudah lama saya ingin menanam pohon kari. Sayangnya belum menemukan bibitnya. Sempat nanya ke tukang tanaman. Juga kurang beruntung. Tukang tanaman yang di dekat rumah tak punya bibit tanaman ini. Nah…tiba tiba melihat sedemikian banyaknya anakan pohon kari, tentu saja saya jadi girang dan tergeran heran.

Melihat saya terpesona, Asti langsung membaca pikiran saya. Seketika menawarkan, apakah saya mau anak pohon kari itu. Whuaa… tentu saja saya mau. Saya senang bukan alang kepalang. Mimpi saya punya pohon kari menjadi kenyataan.

Sekarang saya semakin yakin akan petuah para tetua “Mimpi akan menjadi kenyataan jika kita terus memfokuskan diri dan berusaha untuk meraihnya” he he he.

Mulailah saya mencongkel tanah di sekitar anakan pohon kari untuk memastikan akarnya ikut tercabut. Lumayan dapat 5 anakan. Sayangnya 2 diantaranya putus akar tunggangnya.

Sampai di rumah, karena hari sudah mulai gelap dan saya tak sempat langsung menanamnya, saya rendam dulu akarnya dengan air biar tetap segar. Besoknya baru saya tanam di pot sambil berdoa dalam hati, semoga bisa tumbuh dengan baik.

Sekarang tanaman ini sudah di potnya dan kelihatan tetap segar. Syukurlah.

Terimakasih Asti.

20180728_102944.mp4

Biji Duku Yang Tumbuh Di Dalam Perutku.

$
0
0

Flasback ke masa kecil : “Wah.gawat!!!. Kalau tertelan, biji duku ini nanti akan tumbuh di dalam tubuhmu” kata kakak sepupu saya. Astaga!!!!!🤤🤤🤤

Semalaman saya tak bisa tidur memikirkan kalimat itu setelah tanpa sengaja saya menelan biji duku. Saya menyangka, besok paginya biji duku itu akan keluar akar yang menjalar dan mungkin menembus perut saya. Tumbuh batang dan ranting yang mungkin menembus tenggorokan mulut, mata, hidung dan telinga saya. Whua…betapa mengerikannya 🤤😲😢😭

======================================

Kejadian masa kecil itu melintas kembali di ingatan saya pada suatu siang, ketika saya berada di sebuah studio foto dan tuan rumah menghidangkan buah duku.

Buat anak kecil, memakan buah duku bukanlah perkara yang mudah. Karena untuk membukanya saja, kulit buah ini terkadang bergetah dan pahit. Terutama jika buahnya kurang tua. Jadi harus pintar pintar memilih yang kulitnya empuk dan tua biar nggak bergetah.

Lalu setelah memilih buah yang tua dan manis, kita dihadapkan pada masalah biji duku. Tidak semua juring buah duku bebas biji. Beberapa bahkan ada yang bijinya besar. Dan jika tergigit rasanya sungguh pahit. Nah kita harus pelan pelan dan hati hati memakannya. Jika bijinya kecil, memang lebih praktis langsung telan saja 😀😀😀.

Dari kesulitan itulah akhirnya banyak anak menelan biji duku baik sengaja maupun tak sengaja. Dan rupanya, banyak anak juga yang mengalami dibohongin kakaknya bahwa “nanti biji duku yang tertelan ini akan tumbuh di perut ” . Bukan saya saja. Ha ha

Sambil mengunyah buah duku, saya mikir mikir lagi. Mungkin sebagian ada benarnya juga, pernyataan bahwa biji duku itu nanti akan tumbuh dalam tubuh kita itu.

Teringat obrolan dengan seorang sahabat saya. Sebenarnya, apapun yang kita makan, termasuk buah duku dan bijinya, masuk ke dalam perut kita, pada akhirnya akan dicerna juga dan dimanfaatkan untuk membangun tubuh kita sendiri. Walaupun tentu ampasnya dibuang oleh tubuh. Sari sari buah duku ini akhirnya menjadi tubuh saya. Betul bahwa ia ikut tumbuh dalam tubuh saya.

Buah duku ini telah mengorbankan dirinya dan jiwanya untuk menjadi bagian dari tubuh, tempat di mana jiwa saya bersemayam. Ia berkorban untuk saya. Ia berjasa bagi saya.

Oh…tapi mengapa saya tidak mengucapkan terimakasih saya kepada buah duku ini?. Dan faktanya sata tidak hanya makan buah duku saja selama hidup saya. Ups!!!!.

Saya juga makan beras/padi, makan kangkung, makan ayam, ikan, talas, singkong, dan sebagainya. Whuaaa…banyak sekali mahluk hidup yang saya makan. Ribuan, mungkin jutaan nyawa telah berkorban hanya untuk kepentingan satu nyawa. Yaitu nyawa saya sendiri. Mengapa saya tidak pernah ingat untuk berterimakasih pada semua mahluk hidup itu?????. Padahal mereka sudah sangat berjasa mengorbankan nyawanya untuk membangun tubuh saya.

Kalau sedang ingat, sebenarnya saya juga berdoa sebelum makan sih. Berdoa kepada Tuhan, berterimakasih sudah diberikan rejeki sehingga saya masih bisa makan hari itu. Berdoa agar makanan yang saya makan memberikan kesehatan yang baik untuk saya dan bukan membuat saya sakit. Kedengerannya cukup religius juga ya saya (kalau sedang ingat 😀) ha ha… Semua doa doa itu tentu sudah baik.

Akan tetapi, saya pikir sebenarnya berdoa seperti itu saja belum cukup. Akan lebih baik lagi jika saya juga selalu berterimakasih dan mengenang pengorbanan diri hewan-hewan dan para tanaman yang saya makan ini yang telah nengorbankan kelangsungan hidupnya, demi untuk mendukung kelangsungan hidup saya.

Sekarang jika ada orang yang bertanya kepada saya, siapakah saya?. Jawabannya, saya adalah kumpulan mahluk mahluk yang telah mengorbankan nyawanya dan kehidupannya untuk sebuah kehidupan lain.

Tangkai Kedondong Yang Patah.

$
0
0

Saya memindahkan pohon kedondong yang potnya telah kekecilan dan tak layak. Pohon ini sangat rajin berbuah dan banyak-banyak. Akarnya menembus block bata di halaman.

Sebenarnya agak nervous juga saya mrncabutnya, takut akar utamanya putus. Tapi saya tak punya pilihan lain. Pohon kedondong ini butuh pot yang lebih besar.

Rupanya saat saya menarik batangnya dengan sekuat tenaga, ternyata salah satu cabang yang buahnya lebat, patah tangkainya. O o!!!. Beberapa buah kedondong bahkan jatuh menggelinding di bawah. Saya sangat terkejut dan sedih dengan apa yang telah terjadi. Apa yang harus saya lakukan sekarang?

Memanen buah kedondong yang tangkainya patah itu? Semuanya ada 14 buah. Rontok empat dan sisa 10 buah. Masih muda semuanya. Nanti saya jadikan jus kedondong saja. Seger!!!.

Atau apa coba saya biarkan saja ya?. Walaupun tangkainya patah, siapa tahu pohonnya masih bisa memberi nutrisi kepada buah-buah kedondong itu hingga tetap membesar dan matang. Nah..nanti setelah matanv barulah saya panen.

Akhirnya saya memilih option yang ke dua. Saya biarkan buah kedondong itu masih menggantung di tangkainya yang patah.

Beberapa hari kemudian, saya mendapatkan buah kedondong itu pada layu dan kisut. Buahnya lembek. Saya tidak melihat kemajuan dari pertumbuhan buahnya. Yang terjadi malah kemunduran. Saya tahu buah kedondong ini tak akan pernah mencapai masa matangnya dengan baik. Mengapa? Karena tangkai yang patah tak mampu mengangkut nutrisi yang cukup lewat jaringannya untuk disupply ke buah muda yang masih butuh berkembang. Sehingga buah tak bisa berkembang dengan baik. Selain itu akar kedondong ini setidaknya juga agak terputus, sehingga ia harus berusaha mengais nutrisi dari lingkungannya yang baru dengan ujung akar yang sedikit berkurang jumlahnya. Untuk tetap segar, buah harus tetap terhubung dengan batang dan akarnya, dan akarnya tetap membumi. Jadi “koneksi” alias “keterhubungan” itulah jawabannya!. Dalam hal ini tangkai berfungsi sebagai conector.

Yah… saya pikir memang begitulah pada kenyataannya. Dan hal yang serupa juga terjadi dengan diri kita. Kita membutuhkan “keterhubungan” untuk menjaga diri kita tetap hidup dengan baik. Keterhubungan dengan pekerjaan sebagai sumber rejeki, keterhubungan dengan keluarga, sahabat dan orang orang yang kita cintai sebagai sumber kasih sayang, dan sebagainya hingga keterhubungan diri kita dengan Sang Parama Atma Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber dari sang diri alias Atma atau roh kita. Kita perlu menjaga keterhubungan ini dengan baik. Karena jika tidak, maka hidup kita tak ubahnya dengan buah buah kedondong yang patah tangkainya itu.

Saya tercenung sejenak mendapati pikiran saya menjalar ke mana mana.

Renungan di kebun.

Bawang Daun Hasil Daur Ulang Limbah Dapur.

$
0
0

Bawang Daun (Leek), sangat kita butuhkan sehari hari untuk di dapur. Sebenarnya mudah juga sih kita dapatkan di tukang sayur. Tetapi adakalanya saat bikin dadar telor atau masak mie instan pengen nambahin irisan daun bawang ini… buka kulkas…eh stok lagi habis. Melorot deh semangat masaknya. Nyari kemana? Sementara tukang sayur sudah tidak ada.

Tapi sebenarnya kita bisa menyimpan stok Bawang Daun dalam posisi hidup lho!. Caranya? Ya..kita tanam sendiri di halaman.

Kalau membersihkan Bawang Daun, biasanya kita memotong bagian akarnya lalu kita buang. Gunanya untuk memudahkan pembersihan.

Bawang daun

Nah kali ini, bagian akar ini jangan kita buang. Kita potong sedikit agak lebih panjang dari biasany, lalu coba tanam di pot ataupun di tanah. Jangan lupa disiram agar tidak kekeringan.

Tak berapa lama bawang ini akan memberikan daunnya kembali pada kita.

Kita tinggal ngambil seperlunya saat kita butuh.

Selebihnya biar alam sendiri yang menjaganya.

Jika kita sedikit cermat, ada banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari limbah dapur. Bukan hanya limbah Bawang Daun ini saja, kangkung, seledri, dan sebagainya… semuanya bisa ditanam ulang kembali.

Yuk kita bikin Dapur Hidup!.

Julit, Binjulid, serta kisah I Belog dan Be Julit.

$
0
0

Saya mendengarkan sebuah obrolan. Dalam obrolan itu seorang teman menyebut kata “Julit”, lalu teman teman saya yang lain tertawa berderai karena penyebutan kata “Julit” itu. Sayapun penasaran akan artinya. Cukup sering mendengar kata itu tapi saya tak tahu persis artinya. Mengapa orang -orang pada tertawa?.

Saya mendapatkan penjelasan bahwa “Julit” itu adalah istilah untuk orang yang suka iri hati pada orang lain dan tak segan mengekspresikan ke-iri hati-annya itu dengan terus terang. Contoh Julit misalnya adalah para “haters” artis tertentu, misalnya Syahrini. Ooooh…..begitu ya.

Belakangan saya mengetahui ternyata kata “Julit” ini berasal dari kosa kata bahasa Sunda “Binjulid” untuk menggambarkan orang yang sifatnya kekanakan dan suka iri hati atas kesuksesan orang lain.

Ha ha… itu berbeda dengan apa yang ada dalam pikiran saya sebelumnya. Saya yang dibesarkan dengan budaya Bali, mengenal kata “Julit” yang mengingatkan saya pada kebodohan (kurang positive juga) dan kejenakaan.

Julit dalam bahasa Bali adalah nama sejenis ikan tertentu yang tubuhnya panjang seperti belut tetapi bersirip. Ikan Sidat dalam bahasa Indonesianya. Habitatnya di palung palung sungai yang dalam sehingga termasuk susah ditangkap orang.

Be Julit. Be = ikan. Be Julit = Ikan Julit. Lah… nama ikan itu kan sesuatu yang baik dan menyenangkan. Lalu di mana letak hubungannya dengan kebodohan dan kelucuan? Begini ceritanya…

Alkisah jaman dulu ada seorang pemuda bodoh yang bernama “I Belog”. (Kisah lain tentang I Belog ini juga pernah saya ceritakan dalam tulisan I Belog dan bebeknya dan juga tulisan I Belog pergi ke Kuta sebelumnya.).

Suatu kali I Belog pergi memancing ke sungai. Dan sungguh sangat beruntung kali ini ia berhasil menangkap ikan (Be)Julit yang panjang dan besar. Maka pulanglah ia dengan wajah berseri-seri ke rumahnya.

Sesampai di rumah, I Belog bermaksud untuk memasak Be Julit itu. Waaah… bakalan makan enak nih nanti malam. I Belogpun mulai membersihkan ikannya yang besar dan panjang itu dan seketika ia menyadari bahwa ia tidak memiliki alat masak yang memadai untuk memasak ikan Be Julit itu. Cepat ia berlari mengetuk pintu tetangga. “Me Made, punya panci panjang nggak? Saya ingin pinjam buat memasak?” Begitu tanya I Belog kepada tetangganya. Me Made menggeleng. Ia tak punya panci panjang. Maka ditawarkanlah kepada I Belog panci biasa yang dimilikinya. I Belog menggeleng, lalu pergi dan mengetuk pintu rumah tetangganya yang lain” Mbok Wayan, punya panci panjang nggak? Saya mau pinjam” Mbok Wayan menggeleng. Ia tak punya panci panjang yang bisa ia pinjamkan buat I Belog. “Adanya panci biasa. Mau nggak?”. I Belog menggeleng dan mengucapkan terimakasih. Kalau panci biasa ia juga punya.

Demikianlah I Belog mencoba lagi meminjam pada tetangganya yang lain, Luh Putu, Sak Ketut, Dayu Komang, Dewa Gede dan sebagainya. Tak satupun diantaranya memiliki panci panjang. I Belog merasa kecewa karenanya.

Aha! Lalu dia ingat… kalau panci panjang tak ada, bagaimana kalau penggorengan panjang? Merasa punya ide yang lebih baik, dengan semangat kembali ia mendatangi tetangganya satu per satu dan bertanya apakah ada yang punya penggorengan panjang? Dan kembali lagi jawaban para tetangganya tidak ada yang punya.

Saking heran dan penasarannya, tetangganya lalu bertanya” Hai Belog!Untuk apa sih, kenapa kamu membutuhkan panci panjang atau penggorengan panjang???”

I Belog menyahut “Untuk saya pakai memasak Be Julit yang panjang” jawab I Belog dengan sedih. Para tetangganya terkejut. “Astaga, Belog!!!. Kenapa tidak kamu potong potong saja Be Julitnya baru dimasak? Jadi kamu tidak perlu panci panjang ataupun penggorengan panjang“. Ha ha ha….

Moral ceritanya: Kadang kita perlu menyesuaikan diri kita sendiri agar “pas” dengan lingkungan, karena tak selamanya lingkungan bisa “pas” untuk kita.

Nah…ternyata dalam kemasan yang kocak dan bodoh, terselip pesan pesan luhur dari para tetua untuk generasi penerusnya.

Selamat pagi kawan!

Ketika Berada Di Ketinggian.

$
0
0

Malam merayap. Saya menyelesaikan doa syukur saya dan bermaksud untuk istirahat. Sebelum tidur saya memeriksa anak saya dulu. Ia tertidur dengan buku buku📚, laptop 🖲dan gitar🎸 di sebelahnya.

Sayapun memindahkan barang barangnya itu dari tempat tidur. Buku dan laptop ke atas meja belajarnya. Lalu gitar mau ditaruh di mana ya?

Pertama di atas kursi belajarnya. Tapi ketika saya lewat, tanpa sengaja saya menyenggol lengan kursi itu. Begitu kursi bergerak , gitarpun ikut bergerak. Melorot. Oops!!!. Untung saya bisa menangkap gitar itu dengan cepat sebelum ia bergedubrak jatuh ke lantai. Saya pun berpikir lagi….hmm…taruh di mana ya? 🙄🙄🙄

Ah…akhirnya saya menemukan tempat di atas cajon drumbox-nya. Sayangnya baru beberapa detik saya letakkan, gitar itu tiba tiba melorot dengan cepat. Gedubraaaaxxxx!!!. Waduuuh!. Jatuh lagi. Ribut banget suaranya. Anak saya terbangun. Kaget. Untunglah ia tertidur lagi setelah melihat saya.

Malas lagi berpikir mau simpan gitar ini di mana?. Akhirnya saya memutuskan untuk meletakkannya di lantai sajalah. Kalau di lantai kan tidak mungkin jatuh. Emang mau jatuh ke mana lagi kalau sudah di bawah????.

Berpikir begitu saya jadi teringat pembicaraan dengan sahabat saya beberapa waktu yang silam. Saat itu kami sedang berjalan-jalan di pantai Sanur. Setelah beberapa saat rasanya saya ingin duduk. Mau duduk di mana ya? Ada tiang melintang di pinggir anjungan yang menjorok ke laut. Sayangnya ada orang lain yang sudah duduk di situ. Lalu saya ingin duduk di cabang rendah pohon waru laut yang tumbuh di pantai, tapi takut cabangnya patah 😃. Kalau jatuh bagaimana?

Akhirnya kami memutuskan untuk duduk nggelosor di pasir pantai di bawah pohon waru laut.

“Nah…di sini lebih nyaman” kata sahabat saya. Saya mengangguk. Dari sini kami bebas memandangi ombak yang berlarian datang dan pergi menyentuh bibir pantai. Suasana yang sangat indah.

Ketika kita berada di ketinggian, selalu ada kemungkinan untuk terjatuh. Tetapi jika kita berada di kerendahan, maka tak ada lagi tempat untuk jatuh. Karena tempat terendah itu adalah tempat di mana kita sudah berada. Demikian sahabat saya mulai pembicaraan.

Saya tertarik mendengarkan pembicaraannya. “Tapi kalau diinjak orang?😁” tanya saya. Sahabat saya tertawa. “Sebelum diinjak orang, tentu kita sudah bangun berdiri dan menghindar” jawabnya. Ya siih…

Tapi saya tetap tertarik memikirkan kalimatnya itu. Karena nengandung kebenaran dan kearifan. Itu berlaku juga dalam kehidupan kita sehari -hari. Jika kita meninggikan diri, selalu ada kemungkinan kita terjatuh akibat perkataan atau perbuatan kita sendiri. Jika kita menganggap diri lebih tinggi dan selalu memandang rendah orang lain, akan selalu ada orang lain yang tidak senang dan ingin menjatuhkan kita.

Sebaliknya jika kita bersikap rendah hati, sulit bagi kita untuk jatuh ataupun dijatuhkan orang lain. Karena kita sudah di posisi terendah dan tak ada tempat yang lebih rendah lagi. Jadi mau jatuh ke mana????. Tak mungkin jatuh ke atas kan ya??😀.

Saya melirik gitar anak saya yang tergeletak di lantai. Dan sekarang semakin paham saya, bahwa kejadian -kejadian ini memberi pesan agar saya selalu menempatkan hati saya di kerendahan dalam menjalani kehidupan saya sehari-hari. Karena semakin tinggi saya menempatkan hati saya maka kemungkinan untuk terjatuhnya pun makin tinggi dan makin sakit juga. Lagian, apa pula yang bisa saya sombongkan dan tinggikan? Tidak ada pula. Jadi sebaiknya memang merndah hati lah. Stay humble!.

Malam telah semakin larut. Saya memejamkan mata saya dan segera tidur.


Kutinggalkan Anakku Di Gerbang Ini.

$
0
0

Kutinggalkan anakku di gerbang ini. Ketika angin dingin mulai menyapa. Dan musim gugur baru saja tiba.

Kutitipkan anakku pada pohon pohon pinus. Juga pada pohon apel dan kastanye serta hawtorn yang berbuah merah.

Kumintakan pada burung -burung agar bernyanyi saat anakku kesedihan. Dan pada tupai untuk membawa biji bijian saat anakku kelaparan.

Kutinggalkan anakku di sini. Di dalam keranjang yang kusertai surat cinta merah jambu.

Bangunlah anakku. Rasakan angin yang berhembus dari segala penjuru. Lalu angkat telunjukmu tinggi tinggi untuk memahami mata angin. Nikmati sengat matahari dan sambutlah gigil musim dingin.

Tengadahkan wajahmu ke langit. Tatap pada bintang-bintang, pada planet-planat dan galaxy. Agar pandanganmu jelas seluas semesta.

Hirup segala aroma yang bertebar di udara. Agar kau bisa membedakan wangi tavuk yang dimasak garam masala. Juga aroma portakal suyu dan wangi gaharu yang dikemas dalam sebotol parfum.

Sesaplah sari kehidupan sebanyak banyak yang engkau bisa. Letakkan semangatmu di atasnya. Sebagaimana dulu engkau menyesap air susu ibumu.

Sekali waktu. Berjalanlah tanpa sepatumu. Agar kau bisa merasakan halusnya pasir dan tajamnya kerikil. Itu bagus untuk mengasah kepekaanmu dan kepedulianmu pada orang lain.

Kulepas engkau di rimba raya anakku. Karena aku tahu naluri berburumu setajam macan. Kau akan menaklukannya.

Kulepas engkau di gunung tinggi anakku. Karena aku tahu ketajaman pemikiranmu bagaikan mata elang. Kau akan menaklukannya.

Kulepas engkau di lautan lepas anakku. Karena aku tahu daya jelajahmu sejauh jelajah ikan paus. Kau akan menaklukannya.

Aku tahu kau bisa. Dan aku selalu bangga padamu.

Sekarang berdirilah di sini. Tengadahlah selalu ke langit, untuk mengingat Sang Penciptamu. Itulah tujuan hidupmu pada akhirnya. Tujuan atas segala hal yang kau cari di dunia ini. Tujuan atas segala penjelajahanmu.

Dengan penuh cinta. Untuk anakku, Andri Titan Yade.

Ankara, 16 September 2018.

Lupa.

$
0
0

Sebulan ini kesibukan saya agak meningkat. Pasalnya ada meeting penting yang harus kami jalani berturut turut selama 3 hari. Sementara minggu sebelumnya juga sangat banyak agenda, sehingga saya agak keteteran. Beberapa presentasi yg disiapkan team saya last minute belum sempat saya periksa.

Di tengah serunya meeting, seorang teman yg duduk di sebelah saya berkata” Bu, jangan lupa nanti kalau ibu sudah sempat, tolong periksain presentasi saya ya Bu. Mohon masukan kali-kali ada yang perlu direvisi, ditambahkan atau dikurangi”. Teman saya ini akan presentasi esok hari pukul 9 pagi.

Ya. Nanti malam ya. Setelah pulang kerja” jawab saya. Teman saya mengangguk setuju. Ya lah. Nanti saja. Sekarang kan lagi di tengah meeting. Tentu tak sopan jika saya mengoprek material lain di luar yang dididkusikan di meeting.

Sepulang kerja, saya makan, beresin sedikit urusan anak, rumah dan dapur, lalu mandi. Setelah itu barulah saya membuka laptop. Membuka email. Saya mau memeriksa presentasi teman saya. Tapi oh….ternyata belum masuk. “Mungkin dia sedang makan malam, jadi belum sempat ngirim ” pikir saya. Sementara menunggu email masuk, sayapun mengerjakan hal lain.

Beberapa saat kemudian saya check email lagi. Belum masuk juga. “Ooh…mungkin masih dikerjakan“, pikir saya. Saya menunggu dengan sabar.

Setelah 3 – 4 kali melihat dan tetap belum ada email yang masuk, lalu saya mengirim pesan kepada teman saya melalui Whatsap. Menanyakan kepadanya mengapa presentasinya belum dikirim?. Kalau belum dikirim bagaimana saya bisa menerima?😀 Dan jika belum saya terima bagaimana cara daya mereview?.😀😀

Teman saya tidak membalas WA saya. Saya tunggu beberapa saat, ternyata belum dibaca juga pesan saya. Waduuuh…jangan jangan dia sudah tidur. Saya baru nyadar ternyata ini sudah tengah malam. Lewat jam 12 malam.

Ah…mungkin saja ia masih memperbaiki presentasinya. Jadi belum sempat membaca pesan saya. Saya mencoba berpikir positive.

Beberapa saat kemudian, jarum jam di dinding melewati angka satu. Saya memeriksa email dan WA. Tak ada tanda tanda kalau teman saya itu masih terjaga, mengerjakan dan akan segera mengirimkan presentasinya ke saya. Ingin menelpon, tapi rasanya nggak sopan banget ya nelpon malam malam begini. Lagipula seandainya dia sudah tidur kan kasian juga dibangunin. Ah.. biarlah. Besok pagi tentu dia sudah membuka pesan di WA dan pasti akan mengirimkan filenya ke saya. Dua anak tang baik dan biasanya rajin.

Mendekati pukul setengah dua malam, akhirnya saya tinggal tidur.

Tapi saya percaya teman saya itu sudah mempersiapkan presentasinya dengan kualitas content yang baik. Dan ia juga sangat percaya diri membawakannya.

Esok paginya, usai mempersiapkan bekal makanan untuk anak saya, mandi dan sarapan saya membuka laptop saya lagi. Ngecheck barangkali email teman saya sudah masuk. Eh.. ternyata belum juga!. Waduuuh…bagaimana ini???.

Sambil mengunyah sarapan tiba tiba saya teringat….

Oooh, bukankah teman saya sudah memberikan file presentasinya kepada saya lewat flash disc? Dan saya sudah mengcopy-nya ke laptop saya? .

Astaga!!!!. Pantesan emailnya saya tunggu berjam-jam sampai begadang tiada kunjung tiba 😀😀😀.

Di mana kesalahannya ini???. Waduuuh… faktor U!!!.

**************

Faktor U alias faktor umur yang makin meningkat seringkali dijadikan kambing hitam atas berbagai kejadian yang berkaitan dengan lupa atau pikun.

Tapi sebenarnya jika mau mengakui, bahwa sebenarnya di luar faktor U juga ada masalah lain yang menjadi penyebabnya yang perlu diberikan perhatian dan diperbaiki ke depannya.

Seringkali itu berurusan dengan cara kita memberi perhatian terhadap apa yang kita lakukan setiap saat. Lupa disebabkan karena kita tidak meletakkan perhatian yang penuh terhadap apa yang kita kerjakan. Hanya sepintas lalu. Tidak sepenuh pikiran. Sehingga ingatan kitapun tak mampu menahan kejadian itu. Ia menguap dan berlalu begitu saja dengan cepat.

Itulah lupa. Saat memory tak bertahan lagi di sel-sel ingatan kita.

Saya tidak menaruh perhatian pada saat teman saya memberikan flash disc-nya ke saya, karena perhatian saya sedang tertuju penuh ke layar saat itu. Dan saat mengcopy filenya pun saya lakukan sambil pikiran saya sibuk dengan presentasi yang sedang berlangsung. Sehingga kejadian itu tidak terekam dengan baik dalam ingatan saya.

Itulah barangkali sebabnya, mengapa kita diminta agar selalu tetap fokus fokus dan fokus akan apapun yang sedang kita kerjakan. Sehingga kita selalu menyadari dengan baik apapun yang kita lakukan. Dan seterusnya memory kita bisa menyimpannya dengan baik.

Selamat pagi teman teman pembaca!.

Undangan dan Perjalanan ke Amritsar.

$
0
0

Karanjit Singh, seorang sahabat saya memberi kabar jika ia akan segera menikah dan mengharapkan kehadiran saya di Amritsar, di kaki Himalaya. Sungguh senang dan ikut berbahagia mendengarnya. Sayapun segera memeriksa jadwal dan menyesuaikan pekerjaan agar bisa menghadiri acara pernikahannya.

Saya rasa perjalanan ke kaki Himalaya ini akan sangat menarik bagi saya. Pertama karena saya akan menyaksikan secara langsung upacara pernikahan sahabat saya itu dalam adat Sikh. Saya belum pernah menyaksikan pernikahan adat Sikh sebelumnya. Pasti akan sangat menarik.

Selain itu, selagi di Amritsar nanti, saya juga ingin berkunjung ke Golden Temple, salah satu Sikh Temple yang sangat terkenal. Lalu Durgana Mandhir, salah satu Hindu Temple yang juga cukup terkenal sebagai tempat pemujaan Tuhan dalam fungsinya sebagai Dewi Durga. Dan saya juga ingin sekali mengunjungi Walmiki Temple – karena kota Amritsar ini dulunya adalah tempat kediaman Bhagawan Walmiki sang penulis Ramayana.

Sementara, teman saya yang akan ikut berangkat mengajak kami sekalian mampir ke kota Agra, sekitar 4 jam perjalanan dari New Delhi untuk mengunjungi Taj Mahal dan Agra Fort, dua tempat terkenal dan bersejarah di India.

Akhirnya Karan mengatur agenda perjalanan kami seperti ini:

– 2 hari pertama di India kami akan mengikuti acara pernikahan Karan.

– 1 hari di Amritsar untuk mengunjungi Golden Temple, Durgana Mandhir, Walmiki Temple serta belanja-belanja.

– Lalu di hari terakhir kami akan ke Agra untuk mengunjungi Taj Mahal dan Agra Fort.

Saya berangkat dari Jakarta bersama 2 orang teman. Saat itu akhir bulsn Oktober.

Kami transit sebentar di Kuala Lumpur. Di sana kami bertemu dangan seorang teman lain yang juga akan datang ke acara yang sama di Amritsar.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 5 jam dari Kuala Lumpur, akhirnya mendaratlah kami di kota Amritsar pada tengah malam.

Cuaca terasa sejuk. Sekitar 21° C. Kami turun dari pesawat. Udara menyebar wangi rempah. Mengingatkan saya akan wangi udara di Bengalore yang juga menebarkan wangi rempah walaupun di sini terasa lebih ringan.

Jalan ke Pathankot yang berkabut.

Kami dijemput oleh 2 orang pria yang diutus oleh keluarga Karan. Keluarga Karan tinggal di kota kecil bernama Pathankot sekitar 2 jam perjalanan dari Amritsar. Ke sanalah kami menuju.

Begitu keluar dari bandara, jalanan sangat sepi. Hanya satu dua truk yang membawa beban yang melintas. Di kiri kanan jalan itu hanya pepohonan yang berdiri tegak.

Kabut mulai turun dan menyebar di sepanjang perjalanan kami dari Amritsar ke Pathankot. Di beberapa titik kabut bahkan sangat tebal hingga jarak pandang kami bahkan tidak mencapai setengah meterpun. Sungguh pekat. Supir kami yang cenderung melarikan kendaraannya kencang -kencang, kali ini harus berhati hati dan memperlambat kendaraan setiap kali kabut menebal dan menghalangi pandangan.

Kira kira 2 jamnya kemudian, kami tiba di rumah keluarga Karan di Pathankot. Disambut dengan hangat oleh kedua orang tua Karan, kakak kakak serta ipar dan saudaranya yang lain.

Lampu lampu generlap biru putih menjuntai dan menebarkan kebahagiaan. Rumah yang hangat.

Rupanya mereka baru saja selesai menjalankan acara adat pra pernikahan termasuk di dalamnya memasang mhendi yakni lukisan di tangan sang mempelai wanita. Sayang saya ketinggalan tak bisa menyaksikan acara yang sangat seru ini.

Apa boleh buat, akhirnya kami cuma bisa betistirahat agar esok hari sehat dan segar untuk menyaksikan pernikahan Karan di Sikh Temple.

20181101_020727.mp4

Turban.

$
0
0

Bangun di pagi hari di kota kecil Pathankot sungguh menyegarkan. Udara di sini sangat sejuk dan saya sangat bersemangat karena siang ini kami akan pergi ke Temple untuk menyaksikan upacara pernikahan Karan dengan Shela. Bergegas mandi dan berdandan yang pantas untuk pergi ke tempat suci.

Sebelum pergi, kami berkumpul dulu di rumah Karan untuk sarapan bersama dan menyaksikan persiapan yang dilakukan oleh pengantin pria.

Karan memilih untuk menggunakan pakaian berwarna krem dengan turban dan selendang berwarna merah. Sungguh pantas dan menawan. Baru pertama kali saya melihat Karan dalam busana adat seperti itu.

Diantara busananya itu yang paling menarik untuk dibicarakan adalah tentang Turban. Karena Turban yang digunakan oleh pria Sikh ini sangat menarik dan unik bentuknya.

Secara adat, pria Sikh umumnya tidak memotong rambut, jenggot maupun cambangnya. Rambut yang panjang ini kemudian digelung ke atas dan ditutup dengan kain yang disebut dengan Turban. Saya lihat, di daerah Punjab ini bahkan anak-anakpun sudah menggunakan penutup kepala yang berupa sapu tangan atau ikat kepala yang dicepol di ubun ubun.

Selain mempunyai fungsi sebagai penutup kepala, Turban juga berkaitan dengan keyakinan. Jika kita bayangkan, mungkin fungsinya sama dengan “Blangkon” dalam adat Jawa atau “Iket” dalam adat Sunda atau “Udeng” dalam adat Bali.

Turban bisa berwarna macam macam. Ada yang hitam, merah, hijau, kuning dan sebagainya tergantung selera sang pemakai. Walaupun saya pernah dengar kalau jaman dulu warna turban juga dihubungkan dengan kelompok masyarakat tertentu. Saya tidak tahu apakah hal itu masih berlaku sekarang, yang jelas saya tahunya Turban sangat penting artinya dalam kehidupan orang Sikh.

Berbincang dengan Ravindra, salah seorang kakak Karan, Turban merupakan salah satu busana yang khas untuk pria Sikh guna menutupi rambut yang merupakan salah satu dari 5 hal penting dalam keyakinan orang Sikh yakni:

1. Kesh = Rambut (yang biasanya tidak dipotong).

2. Kaccha = Pakaian Dalam khusus yang terbuat dari bahan katun.

3. Kara = Gelang (biasanya terbuat dari baja).

4. Kanga = Pedang (yang biasanya panjang dan terbuat dari baja).

5. Kirpan = Sisir (yang biasanya terbuat dari kayu).

Saya sangat beruntung karena saat pemakaian turban di kepala pengantin pria, saya ada di tempat itu dan ikut menyaksikan.

Sebenarnya agak rumit bagi saya, tetapi bagi mereka yang sudah terbiasa memakai atau memakaikan tentu saja ini sangat mudah.

Pemasangan turban di kepala Karan berlangsung cepat dan lancar. Tahu tahu sudah jadi saja.

Busana pengantin pria Sikh

Sekarang dengan ditambahkan dengan untaian mutiara sebagai penutup wajah dan kalung serta pedang panjang, pakaian pengantin pria terasa semakin lengkap dan mantap.

Pagi itu acara di dalam rumah ditutup dengan upacara memutar – mutarkan uang di atas kepala pengantin pria oleh papa, mama, om, tante, saudara dan keluarga serta sahabat Karan (termasuk saya) dengan harapan kelak rejeki sang pengantin pria terus berlimpah. Semoga.

Lalu kami berfoto bersama. Sungguh keluarga yang bahagia.

20181101_093711.mp4

Melepas Pengantin Pria.

$
0
0

Seusai acara mendoakan kemakmuran bagi pengantin pria dan berfoto bersama, kini saatnya keluarga mengiringi pengantin pria keluar rumah untuk berangkat ke Temple.

Saya mendapat informasi, biasanya pengantin pria akan berangkat untuk menjemput pengantin wanita di kediamannya, lalu mereka berangkat bersana ke Temple.

Nah…karena kali ini sang pengantin wanita berasal dari Indonesia, tentu rombongan tak bisa menjemput pengantin wanita ke Indonesia karena jarak yang sangat jauh kan…jadi upacara cukup dilakukan di depan rumah sang pengantin pria dan nanti pengantin pria akan bertemu dengan pengantin wanita di Temple saja.

Begitu keluar dari rumah, dengan wajah yang ditutup tirai mutiara dari turbannya, sang pengantin pria langsung ditunggu seekor kuda putih yang sangat gagah.

Sebagai catatan, upacara ini merupakan ritual adat sejak jaman dulu dimana kuda merupakan akat transportasi utama pada jaman itu. Dan tentunya, hanya kaum bangsawan dan kaya raya saja yang mampu memiliki kuda tunggangan pada janan itu.

Dengan diiringi musik yang gegap gempita, mempelai pria pun naik ke punggung kuda putih itu.

Selagi pasukan musik mendendangkan lagu lagu bahagia, satu persatu keluarga memberikan restunya kepada sang pengantin pria dengan cara membuka tirai mutiara yang menutup wajahnya dan menyampirkannya di atas turban. Mulai dari sang ayah, om, kakak dan kakak ipar.

Sementara anggota keluarga yang lain pun ikut bergembira dan menari nari bersama.

Dan tentunya sayapun ikut menari nari juga sebagai bagian dari keluarga Karan.

Rombongan pengantin pria yang diiringi musik dan tarian para anggota keluarga yang bergembira berjalan kira kira beberapa puluh meter ke depan. Samgat seru. Karena di luar video dan tivi baru kali ini saya melihat langsung para wanita India, tua dan muda menari-nari di jalan.

Kemudian mempelai pria turun dan melambaikan tangannya kepada semua hadirin. Rombongan lalu berangkat ke Temple Sikh ysng letaknya tak terlalu jauh dari rumah sang pengantin pria.

VID-20181111-WA0011.mp4
VID-20181111-WA0012.mp4
20181101_115104.mp4
20181101_115824.mp4

Upacara Pernikahan Adat India di Sikh Temple.

$
0
0

Ini adalah saat yang ditunggu -tunggu. Pernikahan sahabat saya Karanjit Singh dengan Shela. Mengambil tempat di sebuah Sikh Temple yang berlokasi di kota kecil Pathankot, tidak jauh dari Amritsar di wilayah Punjab. Pasti pada penasaran dong ya, seperti apa upacara pernikahan adat India di Sikh Temple?.

Bentuk bangunan Temple ini sekilas tampak serupa dengan bangunan masjid. Terutama karena kubah dan lengkung pintu masuknya. Tak heran karena kota Pathankot ini tidak jauh letaknya dengan perbatasan Pakistan, negara yang kebetulan memang kebanyakan penduduknya memeluk agama Islam. Padahal jika kita dalami lebih jauh ternyata arsitektur seperti ini bukanlah berkaitan dengan agana tertentu, tetapi lebih berkaitan dengan wilayah tertentu.

Walaupun tampak kecil dari luar, tetapi di dalamnya ternyata cukup lebar juga.

Saya masuk ke Temple ini sebelum pengantin datang. Mencuci tangan, melepas sepatu dan memastikan kepala dan rambut saya tertutup dengan baik. Tentunya untuk menghargai umat Sikh yang bersembahyang di tempat itu. Pasalnya semua Sikh Temple menetapkan peraturan bagi setiap orang yang memasuki wilayah Temple diwajibkan untuk menutup kepala dan rambutnya, terlepas dari apakah ia pria ataupun wanita. Pokoknya sama sama harus menutup kepalanya.

Saya memasuki ruang utama Temple itu dan mengikuti tata cara yang seharusnya. Memberi penghormatan dengan mencakupkan ke dua belah tangan, lalu sujud dan mengakhirinya dengan nencakupkan kedua belah tangan lagi.

Sayapun menepi dan mengambil posisi duduk di sayap sebelah kanan bersama para wanita dari keluarga Karan. Sementara rombongan pria duduk berkumpul di sayap bangunan sebelah kiri.

Dua pemain musik tradisional tabla masuk. Mereka mengambil posisi di depan saya. Merapikan duduknya dan mulai bernyanyi dengan diiringi alunan musik yang ceria.

Lalu kedua pengantin memasuki ruangan. Melakukan upacara penghormatan yang sama lalu bersimpuh di depan altar yang isinya kitab suci.

Pemuka agama melantunkan doa doa yang panjang dengan irama dan suara yang sangat merdu. Tak sepotongpun saya mengerti artinya. Tetapi saya pikir pastinya berisi tentang permohonan agar kedua mempelai diberkahi dengan kebahagiaan yang langgeng sampai akhir hayat.

Saya disarankan duduk di belakang pengantin. Sayapun bergeser posisi. Pendeta kembali melantunkan doa doa yang panjang dan merdu. Saya ikut mendoakan kebahagiaan buat kedua pengantin. Semoga langgeng seterusnya.

Setelah beberapa saat, pemuka agama memberikan aba-aba kepada pengantin untuk berkeliling altar yang isinya kitab suci.

Kedua pengantin pun bangkit dari duduknya dan berjalan berkeliling. Lalu menghadap kembali ke altar dan duduk serta memberikan penghormatan kembali.

Pendeta melantunkan doa doa. Lalu menyuruh pengantin untuk bangun dan berjalan mengelilingi kitab suci lagi.

Demikian seterusnya hingga empat kali berkeliling.

Pemuka agama kembali dengan doa dan wejangan yang saya pikir isinya adalah nasihat- nasihat tentang bagaimana berumah tangga yang baik. Dan pernikahanpun disyahkan.

Upacara lalu ditutup dengan pembagian sejenis penganan yang manis mirip dodol kepada hadirin semua sebagai tanda kehidupan yang manis.

Hadirin berdiri dan memberi selamat kepada pengantin dan keluarganya.

Selamat nenempuh hidup baru ya Karan dan Shela!. Semoga langgeng dan bahagia sampai seterusnya 😘😘😘

VID-20181112-WA0022.mp4

Games Dalam Adat Pernikahan Punjabi.

$
0
0

Tinggal sebentar dengan keluarga Karan dan melihat keseluruhan upacara pernikahan adat Punjabi, saya merasa bahwa orang-orang Punjabi secara umum adalah orang-orang yang bahagia dan gembira. Seluruh rangkaian upacara diisi dengan kegembiraan. Banyak dancing dan games.

Salah satu acara gembira penuh gelak tawa yang saya lihat adalah Games yang diselenggarakan esok harinya setelah upacara di temple. Keluarga mengadakan acara “permainan” bagi suami -istri yang sarat dengan makna dan kegembiraan.

Keluarga besar, orang tua, om, tante, sepupu, ipar, keponakan semua berkumpul di ruang tengah. Permainan dipimpin oleh tetua keluarga dan diikuti oleh mempelai.

Ada 3 jenis permainan yang saya lihat.

Mengurai Ikatan Gelang Benang.

Permainan pertama adalah saling membuka gelang benang di tangan masing-masing mempelai. Kelihatannya sederhana, tetapi sesungguhnya tidak semudah yang terlihat. Perlu kesabaran dan ketekunan untuk mengurai ikatan benang yang kuat dan rumit itu.

Permainan ini mengandung pesan bahwa apapun permasalahan yang dihadapi dalan rumah tangga hendaknya diuraikan dengan baik . Bagus juga ya.

Mencari Cincin Di Air Susu.

Permainan yang ke dua adalah lomba mencari cincin dalam keruhnya air susu. Tetua keluarga mengisi baskom logam dengan bunga bunga dan air lalu menambahkan susu ke dalamnya. Sehingga air menjadi keruh dan sukar untuk melihat ada apa di dasar baskom itu.

Cincin dan saya pikir beberapa uang logam juga dimasukkan ke dalam baskom lalu ke dua mempelai diajak berlomba cepat-cepatan menemukan cincin yang dimaksud.

Kantung Uang

Permainan yang ke tiga adalah permainan mengambil uang. Di permainan ini, ayah Karan yang memimpin. Sekantung uang diletakan di hadapan mempelai sebagai simbol dari hasil usaha suami.

Mempelai wanita diminta untuk merogoh kantung uang dan mengambil sebanyak yang bisa digenggam tangannya. Lalu uang itu diberikan keseluruhannya kepada mempelai wanita. Ini adalah simbol bahwa pria bekerja untuk menafkahi istrinya dan istri berkewajiban mengelola dengan baik setiap rejeki yang diberikan suaminya

Uang dibagi menjadi 4 bagian. Seperempatnya diberikan kepada keluarga yang lebih muda sebagai simbol perhatian dan support.

Saya rasa mungkin sebenarnya ada lebih banyak lagi jenis games pernikahan yang lain, tetapi 3 jenis games ini sungguh sangat seru dan menghibur.


SERIBU TULISAN. Perjalananku Sebagai Seorang Penulis.

$
0
0

Kemarin ketika saya mempublished tulisan saya tentang “Games Dalam Adat Pernikahan Punjabi“, saya mendapat notifikasi dari WordPress bahwa tulisan itu adalah tulisan saya yang ke seribu yang saya upload ke internet dengan bantuan WordPress.

Tentu saja saya terkejut dan terharu dengan apa yang telah saya capai dari sisi kwantitas selama ini. Seribu tulisan!. Banyak juga ya. Saya sangat senang, karena saya tak pernah membayangkan bahwa saya bisa menulis sebanyak itu dalam hidup saya.

Jumlah Tulisan.

Saya menulis di blog untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Desember 2010. Jadi hingga kini, sudah 8 tahun lamanya saya menulis.

Hampir setiap bulan saya mempublikasi sekitar 10 buah tulisan. Kadang lebih dan kadang kurang.

Pernah juga sih dalam sebulan saya tidak menulis sama sekali ha ha 😀. Biasanya karena saya sedang ada kesibukan lain yang menyita waktu. Atau jika kemalasan sedang melanda. Atau semangat saya sedang hilang.

Di saat lain jika semangat saya sedang nenggebu gebu, atau lagi banyak ide dan hal nenarik di sekitar yang saya temukan, saya bisa mempublish belasan bahkan di atas 20 an tulisan per bulan.

Apa Yang Saya Tulis.

Pada awalnya saya ingin mengisi blog saya dengan content- content yang berkaitan dengan marketing dan brand. Tapi kemudian saya berpikir ulang, tulisan sejenis itu akan menyerempet pekerjaan saya sebagai pemasar.

Bisa jadi tanpa sadar saya kebablasan menulis strategy pemasaran yang sedang saya kerjakan dan jalankan dalam kehidupan nyata. Dan jika ini saya publikasikan, tentu saya akan bermasalah dengan perusahaan tempat saya bekerja. Waduw… bisa bisa dapur saya berhenti berasap jika begitu.

Biarlah saya menulis tentang keseharian hidup saya sebagai ibu rumah tangga yang bekerja. Macam macamlah isinya. Hal hal yang menarik, menyenangkan dan membahagiakan. Mulai tentang pendidikan anak, tentang kebun, tentang dapur dan masakannya, tentang hewan, tentang lukisan dan karya seni, cerita perjalanan atau travelling, renungan dan pelajaran hidup, dan tentunya sedikit tentang pemasaran umum yang tidak tabu untuk dipublikasi.

Ya..itulah isinya semua. Gado gado. Merefleksikan keseimbangan hidup saya yang memiliki banyak faset kehidupan dalam meraih kebahagiaan hidup. Saya menulis dengan bahagia. Maka tajuk blog sayapun saya kasih nama “Balanced Life. A Journey for Happiness “.

Saat ini saya bukanlah penulis berbayar. Ngeblog hanya untuk menyalurkan hobby saya saja. Hingga kini saya tidak berusaha memonitize blog saya. Saya ikut Wordpess saja. Nggak perlu pusing untuk memikirkan design ataupun melindungi blog saya dari hacker atau tukang spam, karena WordPress membantu saya melakukan semua itu. Thanks to WordPress!

Pengunjung dan Pembaca.

Saat ini, saya memiliki lebih dari 4 500 orang followers yang melakukan subscribe ke blog saya sehingga menerima dengan teratur setiap postingan baru saya lewat e-mail. Dan tulisan tulisan saya mendapatkan lebih dari 2 900 000 views. Dengan kunjungan ke blog per bulan saat ini sekitar 30 000 kali. Saat ini kunjungan ke blog saya agak menurun dibanding sebelumnya yang bisa mencapai 50 000 – 60 0000 per bulan. Saya sadari penyebabnya adalah karena saya lebih jarang menulis dan membuat berita baru untuk pembaca tulisan saya. Selain itu saya juga jarang bersosialisasi alias blogwalking yang berdampak juga pada kunjungan ke blog saya. Yap…nanti saya perbaiki lagi. Masih untung karena blog saya memuat cukup banyak tulisan, masih ada saja pembaca yang datang berkunjung setiap hari.

Tulisan Berkwalitas vs Tulisan Ringan.

Dalam menulis, ada 2 hal yang mungkin saya tulis. Pertama adalah tulisan tulisan yang menurut saya berkwalitas baik, yakni yang mengandung pemikiran, perenungan atau analisa dan makna kehidupan yang dalam. Tulisan berat.

Yang Ke dua adalah tulisan ringan. Tentang keseharian, obrolan ke barat dan ke timur, tulisan lucu dan menghibur. Cerita perjalanan atau reportase biasa. Saya pribadi menilai tulisan seperti ini kurang kwalitasnya dibanding jenis yang pertama.

Tapi coba lihat, bagaimana response pembaca tentang ke dua jenis tulisan ini. Ternyata tulisan- tulisan yang saya anggap bagus dan berkwalitas justru mendapat views atau shared jauh lebih sedikit dibandingkan tulisan tulisan saya yang menurut saya kwalitasnya hanya ringan dan ecek ecek.

Nah… sebagai penulis sekarang saya berpikir, mana lebih baik menulis tulisan berat dengan sedikit viewers atau tulisan ringan dengan lebih banyak viewers?. Keputusan ini akan membentuk kwalitas blog kita.

Seberapa Viralkah Tulisan Saya?

Salah satu cara mengukur popularitas tulisan selain melihat dari jumlah pembaca specific untuk artikel/ tulisan itu, adalah dengan melihat sebanyak apa tulisan itu dishare oleh orang lain.

Nah …untuk ini saya sebenarnya belum sempat nge-check dengan baik. Tapi apa yang sempat saya lihat, dari 1000 buah tulisan saya itu, sharing levelnya sangat, sangat bervariasi. Ada yang dushare 0 kali alias tidak ada yang nge-share 😭, ada juga yang dishare belasan kali atau puluhan kali atau ratusan kali. Sebagai contoh, tulisan saya tentang seekor ayam bernama Lucky itu dishare di facebook sebanyak 113 kali. Cukup banyak juga ya 😍.

Nah…begitulah cerita saya tentang blog ini. Semoga pencapaian penulisan saya yang ke 1000 ini menjadi motivator saya untuk terus dan terus menulis. Saya akan terus menulis hingga akhir hayat saya.

Forever writing!.

Resep Cemilan: Mangkok Jamur Shiitake Isi Ayam.

$
0
0

Camilan berbahan dasar Jamur adalah salah satu cemilan favorit saya untuk teman minum teh atau kopi. Kali ini saya melihat Jamur Shiitake di pajangan sebuah Super Market dan melihat harganya agak miring dibanding biasanya, saya pun mengambil 1 pack.

Jamur ini akan saya olah menjadi Mangkok Jamur Shiitake Isi Ayam.

Bahan bahannya:

1/. 1 pack Jamur Shiitake isi sekitar 20- 24 pcs.

2/. 1/4 kg daging ayam cincang.

3/. 2 butir telor ayam.

4/. 1 sendok minyak wijen.

5/. Garam secukupnya.

6./ Gula secukupnya.

7/. Daun Oregano dicincang halus.

8/. Lada secukupnya.

9/. 2 siung Bawang putih dicincang halus.

Cara membuatnya:

1/. Cuci Jamur Shiitake.

2/. Lepaskan tangkai jamur dari payungnya, sehingga payung jamur yang tertinggal membentuk mangkok.

3/. Bubuhkan garam dan gula pada payung jamur. Sisihkan.

4/. Suir suir tangkai jamur.

5/. Masukkan daging ayam giling, suiran rangkai jsmur Shitake, 2 butir telor, aduk aduk hingga merata.

Lalu tambahkan garam, gula, lada, bawang putih cincang dan minyak wijen. Aduk aduk lagi hingga rata.

6/. Masukkan adonan ayam jamur ke atas mangkok jamur Shiitake.

7/. Kukus beberapa menit hingga matang.

Mangkok Ayam Jamur siap dhidangkan setelah matang dikukus.

Pilihan lainnya untuk ibu bekerja yang tak selalu punya waktu untuk memasak, mangkok ayam jamur yang sudah matang dikukus kita masukkan ke dalam lemari pendingin. Jika mau dihidangkan:

Pilihan 1 : dipanggang.

Masukkan mangkok ayam jamur ke dalam oven. Suhu 180 °C selama 10 menit.

Pilihan 2, digoreng.

Potong mangkok ayam jamur jadi 2 atau 4 sesuai selers, tambahkan tepung bumbu lalu goreng.

Hidangkan panas panas.

Selamat mencoba.

Resep Masakan: Serapah Kakul Gondang.

$
0
0

Senangnya pulang ke Bali. Apalagi pergi ke pasar di Bangli. Ada ada saja yang saya temukan yang membuat saya ingat akan masa kanak-kanak saya di kota kecil ini.

Kali ini saya menemukan seorang pedagang sedang menawarkan kangkung dan keong sawah. Waah… keong sawah!. Saya merasa sangat senang sekali.

Keong sawah atau dalam bahasa Balinya disebut dengan Kakul adalah salah satu bahan makanan umum untuk masyarakat agraris di pedesaan di Bali. Tetapi dengan berkurangnya sawah, dan penggunaan pestisida, tidak banyak lagi kita bisa menemukan pedagang keong di pasar.

Mumpung ketemu, akhirnya saya membeli sebanyak 2 telekos (telekos = wadah sederhana berbentuk segitiga dari daun pisang ). Harga per telekos = 3 000 rupiah. Rencananya saya mau goreng dengan bumbu Suna Cekuh.

Sampai di rumah, ternyata adik ibu saya datang dan memberi ide untuk membuat Serapah Kakul. Wah… ide yang keren. Dan juga sudah lama saya tidak menikmati hidangan yang bernama Serapah ini.

Serapah adalah hidangan traditional Bali yang terbuat dari bumbu yang terdiri atas bawang putih, kencur, kunyit, cabai besar dan kelapa ditumbuk / dihaluskan.

Cara membuat:

1/. Cuci bersih keong sawah. Potong ujung belakangnya.

2/.Rebus keong sawah. Keluarkan isi dari cangkangnya. Sisihkan.

3/. Ulek bawang putih, kencur, kunyit, cabe besar, garam untuk bumbu.

4/. Haluskan serundeng /kelapa parut.

5. Tumis bumbu halus sampai matang. Tambahkab air. Masukkan keong sawah yang sudah bersih. Panaskan hingga keong matang.

6. Tambahkan serundeng / kelapa parut yang sudah dihaluskan. Aduk -aduk hingga matang.

7. Hidangkan Serapah Kakul Gondang.

Yummy. Yuk kita coba !.

Bangli: Mahapraja Peninjoan, Tempat Keren Untuk Melarikan Diri dari Kepenatan Kota.

$
0
0

Awal tahun ini saya ada di rumah ortu di Bangli. Mengetahui saya libur, kakak saya mengajak bermain ke Mahapraja, sebuah tempat wisata baru yang sedang naik daun di Bangli. Wow! Penasaran dong saya ya… apa itu Mahapraja dan di mana pula letaknya?. Ikuuuut…

Mahapraja, letaknya di Banjar Puraja, desa Peninjoan, kecamatan Tembuku – Bangli. Di Bali. Jadi kalau dari Bangli, kita mengarah ke timur menuju kecamatan Tembuku. Di Tembuku kita menuju arah timur laut dengan mengikuti jalan raya Besakih hingga ke desa Undisan. Nah dari desa Undisan lalu kita mengarah ke utara. Ketemulah desa Peninjoan, dan selanjutnya dari sana kita mencari Banjar Puraja dimana tempat wisata Mahapraja ini berlokasi.

Kami memarkir kendaraan tak jauh dari jalan raya, lalu menuju gerbang Mahapraja yang di kiri kanannya adalah kebun jeruk 🍊🍊🍊 yang sedang berbuah lebat. Jadi ngiler melihat buah buah segar bergelantungan di pohonnya yang rendah. Belakangan saya dengar, ternyata kita juga bisa berwisata memetik buah-buahan di kebun sekeliling Mahapraja. Bahkan buksn hanya jeruk lho… ada pepaya, manggis, salak, duren…Waah…tau gitu tentu saya sangat bersemangat ikut memetik-metik 😀.

Sebuah pintu gerbang dengan aling aling Ganesha menyambut kami di Mahapraja.

Mahapraja Br Puraja desa Peninjoan, Tembuku Bangli.

Ganesha sering ditempatkan sebagai aling aling dalam pekarangan rumah di Bali sebagai permohonan masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai pelindung dari kesulitan dan masalah (Ganesha). Demikian juga di dekat pintu masuk Mahapraja. Sehingga dengan memasang Ganesha di pintu masuk, pemilik rumah mendoakan keselamatan bagi semua orang yang berkunjung ke tempat itu.

Dari Ganesha ini kita bisa langsung ke hamparan tanah luas berumput hijau segar yang tepinya menurun dibatasi oleh pohon pohon kayu 🌳🌳🌳 yang rindang dan sungai Puraja. Ada balai balai bambu tempat duduk dan bercengkrama dengan teman atau keluarga.

Di seberangnya tampak hamparan rumput hijau yang cukup luas juga. Wow!. Tiba tiba seluruh tubuh, mata dan kepala terasa sangat segar. Sebuah tempat untuk me-recharge energy yang sangat menawan. Hijau royo royo🍃🍃🍃 dengan udara sejuk yang menyegarkan. Sangat tenang dan damai. Jauh dari keriuhan dan kepengapan kota. Beda banget dengan Jakarta.

Saya lihat ada 4 bungalow bambu sederhana beratap ilalang berjejer di sebelah kiri. Kayaknya asyik juga jika bisa menginap di sini menikmati suasana alam yang benar benar alami. Nanti deh…kalau dapat libur lagi saya pengen juga nginep di sini.

Mari kita lupakan sejenak kesibukan kota yang berbulan bulan menguras energy kita. Lupakan sejenak polusi dan kebisingannya. Duduklah di sini. Lepaskan kepenatan. Lupakan meeting dan target penjualan sejenak 😀. Dengarkan hanya suara angin dan nyanyian burung🐦🕊. Dan wangi rerumputan. Tidak ada TV dan kalau perlu nggak ada jaringan internet. Hanya ada kita dan alam. Sehingga kita benar-benar tahu yang artinya menyepi dan mengisi energy kembali dari kekosongan.

Melamun begitu sambil menyeruput es kelapa muda dengan jeruk nipis, saya pikir, cocoknya tempat ini bernama Mahapraja Hide Away saja he he 😊. Tempat melarikan diri dari kepenatan kota.

Ternyata selain untuk menyepi dan menikmati suasana alam, tempat ini adalah sebuah Camping Ground yang lumayan juga. Bisa digunakan untuk acara outing dengan daya tampung +/- 600 orang pengunjung. Kalau gitu bisa dipakai untuk perusahaan kelas menengah dengan jumlah karyawan 400 – 600 orang ya…

Saya diberi informasi jika ingin menginap, Mahapraja memiliki 58 tenda camping 🏕 dengan daya tampung max 4 orang/ tenda. Nanti kalau saya balik ke Jakarta, saya info deh perusahaan tempat saya bekerja, kali kali aja mau mengadakan acara outing di tempat ini *muka penuh harap 😀.

Fungsi lain lagi… ternyata di tepi sungai di bawah tempat ini juga digunakan untuk mereka yang senang bermeditasi. Saya nggak sempat turun ke sungai , mengingat gerimis turun dan saya lupa bawa payung. Jadi saya hanya sempat melongok tangga turunnya doang.

Hari itu saya melihat cukup banyak juga orang yang berkunjung. Rata rata membawa keluarganya. Suatu saat saya pengen juga mengajak anak saya ke sini.

Nah…. siapa yang mau ikuttt???.

Semangat Pak Ketut Nuadi & Bu Ade Pica dibalik Mahapraja Peninjoan.

$
0
0

Saat saya bermain ke Mahapraja di Br Puraja, desa Peninjoan, sungguh saya sangat beruntung. Karena saat itu sangat kebetulan sang pendiri Mahapraja, yakni pasangan suami -istri Pak Ketut Nuadi Indra Sastrawan dan Bu Luh Ade Pica sedang ada di tempat. Pak Ketut Nuadi adalah penggagas dan pembangun tempat ini, sedangkan Bu Ade Pica adalah pengelola sehari-hari tempat ini. Nah klop kan?. Tentu saya merasa sangat senang bisa bertemu dengan beliau-beliau ini.

Kesempatan ini tidak saya sia siakan begitu saja. Karena saya ingin tahu langsung dari beliau bagaimana sebuah tempat wisata baru dilahirkan. Bagi saya yang sehari hari bekerja sebagai seorang pemasar, ini serasa seperti akan mendengarkan cerita seorang pebisnis mendevelop dan melaunch sebuah brand baru. Jadi saya sangat tertarik pengen tahu dong ya.

Pak Ketut Nuadi bercerita kepada saya bahwa beliau adalah anak bungsu dari 7 bersaudara. Yatim sejak kelas 1 SD, tak membuat semangat Pak Ketut surut. Beliau melanjutkan sekolah dan berfokus karir di bidang pariwisata.

Sambil bekerja di Denpasar, setiap minggu beliau pulang ke Peninjoan. Menengok ibu dan keluarga tentunya. Dan setiap pulang beliau menyepi di sini. Duduk-diduk sambil berpikir, apa yang bisa dilakukan untuk membangun Bangli, tanah kelahiran tercints. Lalu terbersitlah ide memanfaatkan tanah warisan keluarga untuk membangun tempat wisata ini. Walaupun pada awalnya tidak banyak yang percaya bahwa itu sebuah ide yang baik.

Banjar Puraja di desa Peninjoan berada di sebuah lokasi dengan akses yang sulit. Saking sulitnya, area ini pada jaman dahulu digunakan oleh pahlawan Kapten Mudita dan para pejuang lain sebagai tempat persembunyian dan basis bergerilya melawan Belanda.

Dengan demikian, jika tempat ini dijadikan tempat wisata, maka konsep wisata yang paling tepat adalah konsep wisata “hide-away” yang menawarkan fasilitas ketenangan dan kedamaian, untuk mereka yang jenuh dengan kesibukan dan hingar bingarnya kota.

Demikianlah Pak Ketut mulai menggagas konsep wisata ini. Mahapraja menawarkan nuansa yang trully pedesaan bukan kemewahan. Buat mereka yang memang ingin merasakan suasana alam pedesaan. Target konsumennya sangat jelas, mereka yang membutuhkan suasana tenang dan damai. Bisa sebagai individu ataupun corporate.

Mulai beroperasi sejak 2 tahun yang lalu, saat ini kebanyakan melayani aktifitas perusahaan yang mengadakan acara outing di sana.

Selain sebagai camping gound, tempat ini juga banyak dikunjungi orang yang ingin bermeditasi, melakukan pemotretan pre-wedding, hingga mereka yang hanya sekedar ingin berselfie. Setidaknya ada 2 anjungan selfie yang saya lihat disediakan di tempat ini.

Diluar dari apa yang terlihat tertata dengan sangat apik secara kasat mata, Pak Ketut juga sangat menyelaraskan pembangunan tempat ini dengan alam. Segala sesuatunya ditata dengan mempertimbangkan konsep Tri Hita Karana. Hubungan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, antara manusia dengan Sang Pencipta. Selaras dan harmonis.

Nah…sekarang tempat ini sudah berdiri. Sebuah camping ground yang menarik, dilengkapi dengan 4 bungalow dan ratusan tenda camping. Tempat parkirpun mulai diperluas agar bisa menampung lebih banyak lagi pengunjung. Tentunya merupakan salah satu aset wisata penting bagi Kabupaten Bangli.

Menurut Pak Ketut, pemerintah Kabupaten Bangli telah cukup banyak membantu. Untuk itu Pak Ketut menyampaikan ucapan terimakasih.

Harapan Pak Ketut hanya gimana pemerintah selanjutnya bisa membantu memperbaiki akses ke tempat wisata itu dengan lebih baik lagi. Saat ini jalan ke Br Puraja, desa Peninjoan memang sudah ada, hanya saja jika memang tempat ini berikutnya akan menjadi tujuan wisata yang utama, maka akses jalan yang lebih besar dan lebih mudah sungguh sangat dibutuhkan. Ya… semoga saja pemerintah mendengarkan himbauan ini dan mengambil tindakan yang terbaik untuk memajukan pariwisata Bangli.

Selamat dan semoga makin sukses ya Pak Ketut dan Bu Ade Pica.

Viewing all 1014 articles
Browse latest View live