Quantcast
Channel: nimadesriandani
Viewing all 1014 articles
Browse latest View live

Menjahit Boneka Mini.

$
0
0

Pulang kantor, anak saya yang kecil sudah menunggu depan pintu. “Mama, aku ada tugas sekolah bikin boneka” kata anak saya. Ha? Bikin boneka? Sejenak agak terkejut. Bukannya itu urusan anak perempuan ya?  “Memang ada tugas jahit menjahit dari Pak Guru”  jelas anak saya. Saya tertawa akan pikiran konvensional saya. Memang kenapa kalau anak lelaki menjahit? Bukankah banyak perancang busana yang terbaik justru para lelaki? Serupa dengan memasak. Memasak adalah pekerjaan yang dikonotasikan dengan urusan perempuan. Tapi bukankah banyak chef terbaik dunia justru adalah laki-laki? “Lalu siapa yang men-drive pikiranmu, mengapa anak laki-laki tidak boleh menjahit atau memasak?” tanya saya kepada diri saya sendiri.

Sambil masih menahan tawa atas kebodohan saya,  lalu saya bertanya “Perlu bantuan apa dari mama?”. Anak saya berkata kalau saya perlu mengajarinya cara menjahit dan memberi contoh. Besok ia akan membuat sendiri bonekanya di sekolah sesuai dengan apa yang saya contohkan. Besok?. Waduuuh!. Sudah nyaris jam sepuluh malam.

Saya memeras otak sebentar.  Boneka apa yang bisa dibuat dalam waktu kira-kira sejam. Anak saya buru-buru mengambil felt, gunting, benang dan pernak pernik.”Aku pengen diajarin cara menjahit boneka kecil-kecil yang dulu sering mama bikinkan buat aku” katanya. Oh ya.. saya jadi teringat boneka-boneka mini buatan saya di jaman dulu. “Maunya boneka apa?” tanya saya. “Kelelawar atau anjing, atau ikan paus” katanya. Ok. Saya menyetujui untuk membuat contoh kelelawar, karena paling gampang. Bisa cepat.

KelelawarSaya mengambil kertas buffalo. Mengingat-ingat bentuk kelelawar sebentar, menggambar sketsa kelelawar, lalu menterjemahkannya ke dalam pola di kertas buffalo. Kelihatannya sudah masuk akal,  lalu saya menggunting pola itu pelan-pelan, dan menempelkannya di  kain felt dan mengguntingnya. Berikutnya saya mulai mengajarkan anak saya menjahit.

Untuk menjahit kita bisa menggunakan berbagai macam jenis stitch. Ada yang namanya stitch lurus, stitch rantai, stitch penuh, stitch kali, stitch feston, stitch batang, stitch bulu, dsb. Tapi kali ini saya hanya mengajarkan anak saya dua jenis stitch saja. Yakni stitch feston, untuk  menjahit pinggiran/gabungan kain felt- seperti misalnya sayap kelelawar, telinga kelelawar dsb. Lalu menjahit dengan menggunakan stitch lurus pada saat harus menggabungkan sayap kelelawar dengan badannya.   Anak saya memperhatikan dengan baik sambil sesekali mencoba melanjutkan menjahit sendiri. Saya melihat dengan awas. Hati-hati! jangan sampai jari tertusuk jarum. Tidak sampai sejam saya sudah menyelesaikan boneka kelelawar yang sesuai dengan keinginannya. Sayapnya terbentang – cukup dua dimensi saja. Hanya badannya saya sumpal sedikit bagian tengahnya dengan kapas agar lebih berisi. Anak saya tampak happy dengan apa yang sudah saya contohkan.

Lalu saya melanjutkan menggambar design untuk Paus Pembunuh, tapi mungkin karena sudah terlalu malam, anak saya tertidur. Sayapun merapikan posisi tidurnya,  menyelimuti tubuhnya dan membereskan sisa sisa kertas dan kain bekas guntingan yang tercecer.

Kelelawar 1Esok paginya ia pamit berangkat sekolah. Saya bertanya untuk memastikan, apakah ia masih ingat pelajaran menjahit dari saya.  Ia menjawab masih ingat dan pasti bisa membuatnya. Saya tersenyum dan berdoa semoga ia memang bisa.

Pulang kerja, anak saya menunjukkan hasil pekerjaannya di sekolah. Ohh…seekor kelelawar coklat dengan sayap berwarna hitam. Lebih menarik ketimbang  menggunakan satu warna saja. Warnanya kelihatan lebih masuk akal dari kelelawar buatan saya yang berwarna jingga. Bukankah warna kelelawar memang coklat kehitaman? Ah ya… anak memang harus minimal satu step lebih kreatif dibanding orang tuanya.

Barangkali diajarin Gurunya, iapun menempelkan mata boneka di wajahnya. Hi lucu juga bisa bergerak-gerak. Saya memuji hasil pekerjaannya.  Tapi ia tidak terlalu puas dengan hasilnya. Menurutnya jahitannya kurang rapi. “Tidak serapi jahitan mama” katanya. Ia juga mengeluh bahwa ada bekas lem UHU yang mengering di dekat mata kelelawarnya, karena ia sempat salah meletakkan mata dan mengangkatnya serta meletakkannya kembali di tempat yang sedikit berbeda. “Bekas lemnya jadi jelek” katanya. Saya menghiburnya. Saya pikir jahitannya cukup rapi, mengingat bahwa ia baru pertama kali menjahit. Dan ia bisa membuat lebih rapi lagi untuk berikutnya.

Paus PembunuhLalu saya menemaninya membuat boneka yang ke dua. Boneka Ikan Paus Pembunuh, alias Orca – the Killer Whale.  Lagi-lagi ia ingin membuatnya dalam dua warna. Biru dan putih. Ya. Saya pikir warna putih pada Paus Pembunuh itu adalah ciri khasnya.

Untuk membuat bonekanya menjadi lebih 3 dimensi, anak saya menyumpalkan kapas ke dalam perutnya. Lalu dijahit tutup. Nah…jadi deh. Kelihatan dengan jelas bentuk ikannya. Panjang ikan itu,  baik hanya badannya saja, maupun dengan ujung sirip ekornya. Juga bisa dilihat tinggi ikan itu, beserta ujung sirip punggungnya. Dan  tentu saja kelebaran tubuhnya, beserta sirip dadanya.

Lama-lama setelah saya pikir, saya senang dengan keputusan gurunya mengajak anak didiknya  membuat boneka.  Awalnya memang saya kurang antusias dengan tugas sekolahnya itu. Karena ya itu tadi..anak laki-laki kan nggak perlu pintar menjahit (walaupun pikiran saya itu ternyata salah). Tapi sekarang saya berpikir, menjahit boneka selain meningkatkan kreatifitas anak, juga melatih kemampuan anak untuk melihat dan berpikir 3 dimensi.  Dan itu sangat penting bagi perkembangannya. Satu step pemikiran, sebelum ia mampu meningkatkan kemampuan berpikirnya ke dimensi-dimensi yang lebih tinggi.

 

 

 



Mengamati Burung Perkutut Di Alam Bebas.

$
0
0

PerkututSalah satu burung yang paling banyak diburu manusia di Indonesia khususnya di Pulau Jawa adalah Burung Perkutut.  Karena Burung ini dianggap sebagai penentu ‘status’  dar pemiliknya dan juga dipercaya membawa nasib baik kepada pemiliknya. Entahlah kebenarannya.  Bisa dibilang saya sangat jarang sekali bisa menemukannya di alam liar. Saya sempat menemukannya terbang bebas di Bali, walaupun tidak semudah menemukan Tekukur. Namun selama saya tinggal di Jabodetabek, saya belum pernah melihatnya barang seekorpun terbang bebas. Semuanya hanya di dalam sangkar.  Terbayanglah bagaimana kagetnya saya ketika tiba-tiba melihat seekor burung Perkutut menclok di batang pohon Keluwih di tepi sungai di belakang rumah saya?

Awalnya saya menyangka itu anak Burung Tekukur. Karena ukuran tubuhnya yang kecil. Dan saya hanya melihatnya dari kejauhan. Sementara mata saya minus agak berat.  Tapi lama-lama saya curiga. Itu bukan anak Tekukur, karena tingkah laku hinggapnya agak berbeda. Saya segera mengambil kamera dan men-zoom hasil jepretan saya. Wah.. Perkutut!.  Perkutut dewasa. Alangkah girangnya hati saya. Perkutut di alam bebas. Baru pertama kali ini saya melihatnya di Jabodetabek. Barangkali  ia lepas dari kandang pemiliknya.Sepasang Perkutut

Lama saya menonton Burung itu yang hanya diam duduk di cabang pohon itu. hanya bergeser sedikit atau memutar posisi bertenggernya. Kelihatan seperti tak punya selera untuk terbang atau berpindah. Agak lama kemudian, seekor burung Perkutut lain muncul dan hinggap di sebelahnya. Kini saya melihat mereka sepasang. Nah..kalau sepasang begini,saya menjadi tidak yakin apakah burung ini memang burung peliharaan yang berhasil kabur ?Apakah mungkin lepas berpasangan?  Atau memang burung asli yang bebas di alam?

Keluarga Perkutut

Berikutnya hinggap dua ekor Burung Perkutut lain.  Waduuh sekarang ada empat ekor.  Tapi  yang dua ini kelihatannya adalah anak-anak burung Perkutut, karena warnanya agak lebih coklat dan sayap serta ekornya juga masih pendek. Saya rasa umur mereka baru sekitar dua tiga minggu.  Sedang diajarkan terbang oleh induknya. Sangat senang menonton tingkah laku keluarga perkutut ini.

Induk Perkutut dan anaknya

Burung Perkutut, alias Zebra Dove (Geopelia striata),sebenarnya merupakan burung yang umum di Indonesia.Namun saya pikir, kebanyakan burung yang diperjualbelikan di tukang burung adalah hasil penangkaran. Burung Perkutut termasuk burung yang lumayan jinak. Umumnya tidak terlalu merasa terganggu akan kehadiran manusia. Jika sudah menclok di sebuah cabang, ia akan cenderung berdiam diri di sana. Agak berbeda dengan kebiasaan Burung Tekukur yang biasanya lebih curigaan dan cepat terbang jika di sekitarnya ada manusia.  Di alam liar biasanya membuat sarangnya tidak terlalu tinggi. Telurnya umumnya dua butir. Anaknya berwarna sedikit kecoklatan, kepalanya berwarna putih dengan garis kecoklatan. Sedangkan yang dewasa umumnya memiliki warna kepala abu-abu kebiruan. Dada burung Perkutut berwarna coklat namun dari leher hingga ke bagian badan lainnya bergaris-garis hitam putih mirip kudan zebra. Burung perkutut memiliki ukuran tubuh yang kecil.  Makanannya adalh biji-bijian.

Saya menonton tingkah laku anak-anak dan induk burung ini hingga senja berubah menjadi gelap. Dimanakah mereka tidur? semoga tidak ada manusia jahil yang menangkapnya.


Serunya “Menyama Braya” Bersama Sahabat Bloggers.

$
0
0

kpdaran bloggerDiantara para blogger di tanah air, barangkali saya adalah salah seorang yang paling kurang gaul. Setiap kali melihat foto atau membaca cerita teman-teman blogger yang entah kopdaran atau mengadakan pertemuan, saya hanya bisa ngiler. “Aduuh..kapan ya saya bisa bertemu dengan mereka” bathin saya. Saya belum pernah ketemu blogger lain selain Bu Prih, blogger Salatiga yang selalu saya kagumi pemahamannya tentang budaya Jawa, selain tentunya tentang urusan kebun. Saya ingat betapa menyenangkannya bertemu dan jalan-jalan dengan beliau ke Keraton Solo saat itu.

Berikutnya saya sempat bertemu Pak Krishna, blogger yang tulisan dan foto-foto perjalanannya selalu menyedot perhatian saya. Pertemuan dengan beliau juga penuh dengan obrolan yang sangat seru dan  menyenangkan.  Terinspirasi oleh kedua pertemuan itu, jadi saya ingin sekali mendapatkan kesempatan bertemu dengan teman-teman blogger lainnya lagi.

Keinginan itu akhirnya sedikit bisa tercapai ketika Budi Arnaya, blogger Jembrana  menghubungi saya  dan memberi kabar bahwa dirinya sedang ada di daerah Serpong untuk masa kurang lebih sebulan.

Sebagai bagian dari kebiasaan “Menyama Braya” di Bali,  Budi mengkonfirmasi kunjungannya ke rumah.  “Pang maan masih nengokin nyama (maksudnya: agar dapat juga menengok saudara)” itu istilahnya.  Saya sangat senang.

(Note: “Menyama braya” adalah terminologi  dalam bahasa Bali untuk sikap memupuk rasa persaudaraan dengan cara saling menyapa, saling menengok, saling menolong dan memperdulikan keadaan masing-masing, sesama saudara, kerabat atau sahabat.  

Dari sana akhirnya saya pikir kayanya lebih enak  jika sambil ngobrol kita bakar-bakar ikan rame-rame. Pasti seru! Barangkali Budi mau. Dan barangkali ada blogger lain seputaran Tangsel yang  juga bisa datang.   Siapa saja ya? Saya ingat Pak Krishna dan Mbak Evi. Terus saya ingat  sama Dani Kurniawan (sayang saat saya hubungi Dani sedang ada di Bandung. Jadi ngga bisa ikut dehh).  Sayang saya  tidak tahu siapa lagi lainnya yang  tinggal di seputaran Tangsel.

Karena malamnya saya bekerja hingga larut, hari Sabtu pagi, saya bangun kesiangan. Waduuh..janji ngajak bakar-bakar ikan, tapi belum punya arang buat membakar he he. Akhirnya ke pasar dulu mencari arang batubara (briket) dan bahan-bahan lainnya. Jadilah saya terlambat menjemput Budi di flat-nya. Janji jam sembilan, tapi akhirnya jadi molor ke jam sebelas. Untungnya Budi baik hati dan nggak pake ngambek. Pertama kali bertemu Budi, rasanya seperti menjemput adik sendiri. Sudah nggak ada basa basi lagi. Nggak pake sungkan-sungkan, langsung ngasih tugas, “ntar bantuin bakar ikannya, ya!” kata saya yang disetujui Budi. Bahkan anak saya yang kecil begitu bertemu  juga langsung ngajak Budi main bola di halaman. “Ayo,Om. jadi keepernya” . Ha ha ha.. ia idak tahu kalau Omnya lagi sakit perut.

Mbak Evi datang sekitar jam 4.   Pak Krishna menyusul tak lama kemudian. Saya senang sekali. Setelah bertahun-tahun bersahabat akrab di dunia digital (mbak Evi adalah blogger pertama yang saya kenal di dunia maya), kami baru bertemu fisik hari itu, padahal rumah kami sangat dekat satu sama lain. Rupanya hanya sekilo dua  kilo meter barangkali jaraknya. Kok belum pernah bertemu ya? Akhirnya kami ngobrol seru dan tertawa cekakak cekikik mentertawakan kebodohan kami.  Saya sangat heran. Padahal kami baru pertama kali bertemu, tapi kok rasanya mirip dengan reunian dengan teman-teman lama yang  sudah lama tak bertemu.

Yang namanya temu blogger, pasti yang dibrolin adalah seputaran dunia per’blog’an, tulis-menulis, perjalanan, pengalaman dan foto-foto.Lalu serunya apa ketemuan begini, selain ngobrol-ngobrol? Banyak kocaknya juga sih.  Nah begini ceritanya…

Sekitar pukul setengah empat, Budi nanya “Apa mau mulai bakar ikan sekarang saja?“.  Ya ya. Masuk akal juga, biar ntar kalau mereka datang, ikan sudah ada yang matang. Saya menyiapkan pembakaran  dan menuang briket batu bara. Pas nuang briket..ehhh… saya baru nyadar kalau saya belum pernah menyalakan briket batu bara. Selama ini yang menyalakan briket adalah keponakan suami yang sekarang sudah pindah tinggal di luar kota. Biasanya saya hanya tukang nyiapin bumbunya saja.. he he. Pantesan saya tidak bisa membakar briket sendiri*ah..neplok jidat!*

Coba pakai koran dibakar dulu buat mancing nyala briket. Tapi kobaran api di koran tak bertahan lama, dan briket tak kunjung menyala juga. Saya dikasih tahu, harusnya pakai minyak tanah sedikit. Waduw? Jaman begini dimana nyari minyak tanah ya?  Untungnya si Mbak yang bantuin di rumah, berinisiatif mengambilkan minyak tanah dari rumahnya sendiri.  Belakangan saya dikasih tahu, harusnya pake spiritus. Spiritus lebih mudah dicari. ooh gitu ya? He he….. tapi akhirnya ikanpun matang juga.

Lepas dari masalah pertama, lalu datang masalah yang ke dua. Lalat tiba-tiba datang entah darimana karena mencium aroma ikan. Banyak pula.  Waduuuh.. bagaimana ini? Karena nggak nyaman, akhirnya sementara saya simpan dulu ikan-ikan yang baru matang itu di dalam ruangan tertutup biar nggak dihinggapi lalat. Saat mau makan baru dikeluarin.  Anak-anak nanya, “Lah..ikannya mana?” bingung nyariin ikannya. Disimpan di ruangan! Akhirnya anak-anak membantu menyalakan lilin dan mengibas-ngibaskan kipas dan koran buat mengusir lalat. Seru!

Senengnya rame-rame di rumah ini, ya begini inilah. Mbak Evi juga bantuin ngangkatin mangkok buat dibawa ke Jineng. Menjelang makan, baru nyadar ternyata sendok garpu belum disiapkan. “Sendok mana? Sendoknya belum ada” tanya Mbak Evi. Buru-buru saya ngambil sendok nasi.’Bukan sendok nasi. Sendok makan!” Oooo ala. Sendok makan ya. Ha ha ha.. masih ketinggalan di dapur. Kelihatannya nyonya rumah kurang profesional ini. Masa sendok garpu belum disiapin. Belum siap kalau suatu saat buka resto…he he.

Walaupun penuh dengan kekurangan, tapi suasana sore itu menurut saya sungguh sangat menyenangkan dan penuh kekeluargaan. Apa adanya, seperti keluarga sendiri.

Yang saya catat dari pertemuan ini adalah keakrabannya.  Saya sangat senang dikunjungi sahabat-sahabat saya ini. Bagi saya kedatangan mereka ke rumah adalah kesediaan mereka menerima saya sebagaimana adanya. Lengkap dengan segala kekurangan saya.  Walaupun  gelas minum belang belontang, tinggi, rendah bercampur cangkir seadanya, yang penting minum. Walaupun membakar briketnya kurang profesional, yang penting ikannya matang. Walaupun lalat berdatangan dan mengganggu, terus dikipas-kipas, yang penting seru! Walaupun pada berdiri atau duduk di halaman, yang penting bisa ngobrol dan tertawa riang.   Ah! Sangat membahagiakan!

Orang tua  bilang,  ketika seorang teman menerima kamu apa adanya, lengkap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu, maka ia adalah saudaramu.

Terimakasih banyak Budi Arnaya, Mbak Evi dan Pak Krishna, semoga kita bisa bertemu lagi dalam kesempatan lainnya. Dan semoga  saya bisa bertemu dengan blogger-blogger lainnya lagi.

 


Spirit of Wipro Run 2014 – Indonesia.

$
0
0

Spirit of Wipro Run 2014 5

September! Musim berlari sudah tiba. Bagi para Wiproite ( karyawan dari Wipro group) dan keluarganya di seluruh dunia, tentu saja event tahunan “Spirit of Wipro Run” merupakan ajang berlari yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya setiap tahun. Saya  sebagai salah seorang Wiproite, jauh-jauh hari sudah memberi tahu suami dan anak-anak  bahwa event ini akan datang kembali di bulan September ini, tepatnya pada hari Minggu, 21 september 2014. Jadi kalau mau ikut lomba berlari harus mempersiapkan diri.

 

Wipro run

As individuals, we are accosted by challenges, big or small, every single day.We accept them, and grow mentally and phisically with every personal running milestone we cross. Imagine this dedication demonstrated by a group in unison. The results will truly be phenomenal.

A small example of that potential is this run. Running in itself is a highly challenging and rewarding experience. The transformation that you  sense both of body and mind is real. The motivation, self confidence, and the ability to test your limits that you require to attempt a long run are not unique to it; these qualities create wonder in every sphere of life.  And therefore, “For The Long Run”

- Spirit of Wipro Run 2014.

 

 

Spirit of Wipro Run ini adalah yang ke -9, diselenggarakan di 97 kota di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri,  Spirit of Wipro Run di tahun 2014 ini adalah event yang ke-3, sejak pertama kali diselenggarakan di tahun 2012.  Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana lomba lari ini diselenggarakan hanya di Jakarta saja,  tahun ini Spirit of Wipro Run diselenggarakan di dua kota, yakni Jakarta dan Salatiga.

pemanasan peserta 3K Spirit of Wipro Run 2014

Di Jakarta, Spirit of Wipro Run mengambil lokasi di Taman Mini Indonesia Indah.Posisi garis start dan garis finish berada di depan Museum Nusantara TMII.   Hal lain yang juga berbeda tahun ini adalah Spirit of Wipro Run di Jakarta  bukan hanya diikuti oleh karyawan Wipro Consumer Goods saja, namun juga karyawan Wipro Technology. Sehngga jumlah peserta nyaris dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.

Spirit of Wipro Run 2014 4 Spirit of Wipro Run 2014 2 Spirit of Wipro Run 2014 1

Spirit of  Wipro Run  adalah event berlari tahunan yang diselenggarakan oleh Group Wipro di seluruh dunia setiap bulan September. Event dilakukan  di 97 kota di seluruh dunia dalam rangka memaknai “Spirit of Wipro” yang merupakan semangat dan nilai-nilai yang diterapkan dalam kehidupan keluarga besar Wipro. Yang mana nilai-nilai yang dicakup dalam “Spirit of Wipro” itu sendiri terdiri atas:

  • Intesity to Win  – semangat untuk menang dengan itikad baik, dengan cara yang baik dan benar tanpa boleh mengorbankan kejujuran dan sportifitas. Menang, namun bukan dengan menghalalkan segala cara. Melainkan dengan cara meningkatkan kemampuan team dan melakukan inovasi.
  • Act With Sensitivity – bertingkah laku dengan menggunakan kepekaan hati. Menghargai dan menghormati individu lain. Tidak menyinggung perasaan orang lain.  Berhati- hati dan bertanggungjawab atas segala hal yang kita ucapkan dan perbuat.
  • Unyielding Integrity – Mempertahankan Kejujuran/Integritas tanpa mengenal kata menyerah.Memenuhi janji dan jujur serta bersikap adil dalam setiap tindakan.
pemenang wanita pemenang . Pemenang pria

Dalam “Berlari”  kita bisa melihat contoh bagaimana Spirit of Wipro ini diterapkan bersama-sama. Bagimana para peserta mewujudkan keinginannya untuk menang dengan sportif, menghargai dan menghormati orang lain yang juga memiliki kemampuan yang baik dalam memenangkan perlombaan dan menerima keputusan yang adil dari hasil perlombaan. Namun motivasi, tingkat kepercayaan diri yang tinggi serta semangat untuk menguji ‘limit’ dari kemampuan kita, sesungguhnya memang bukan diperlukan hanya dalam kegiatan berlari saja, tapi juga sangat dibutuhkan  dalam menjalankan  aspek kehidupan yang lainnya.

pemenang pemenang ; pemenang 9

 

Spirit of Wipro Run juga selalu dijadikan ajang kebersamaan komunitas Wipro bersama dengan anggota keluarganya, sahabat, supplier  dan lain-lain.

Tarik tambang Spinning ball permainan

Acara dimulai pukul 07 pagi dan berakhir  11.30 . Dimulai dengan pemanasan berupa sajian Belly dance dan senam pagi pemanasan dengan iringan lagu Poco-Poco. Lari dengan 2 pilihan rute : 3 Kilometer atau 5 kilometer. Anak anak dan wanita kebanyakan memilih berlari di 3 Kilometer. Masih ada aneka lomba lain yang dilakukan, seperti tarik tambang, spinning ball dan lomba  mengambil bola dengan mata tertutup.

Rute

 


Bunga Merah Kacang Ucu Liar Dari Sumatera Barat.

$
0
0
Bunga Kacang Ucu berwarna Merah dari tepi jalan di Sumatera Barat.

Bunga Kacang Ucu berwarna Merah dari tepi jalan di Sumatera Barat.

Dalam sebuah perjalan dari arah Bukittinggi ke Padang, saya yang duduk di belakang  melihat-lihat pemandangan yang sangat menarik hati saya. Lembah dan ngarai yang berdinding batu dan tanaman. Diselingi dengan  pemandangan sawah dan rumah-rumah penduduk dan bangunan yang satu dua masih ada yang bertahan dengan bentuk atap tradisionalnya.  Sangat senang melihatnya.

Setelah melewati Padang Panjang dan saya pikir sekarang kami berada di wilayah Pariaman, mata saya tertuju ke semak-semak berbunga merah di pinggir jalan. Wild bush bean yang berbunga merah!. Wow!. Saya pernah melihat gambar bunga liar itu entah di mana, namun saya belum pernah melihatnya langsung di alam. bunganya sungguh cantik dan warnanya sangat menawan.

Saya ingat, saya pernah melihat bunga sejenis di tepi pantai Benoa di Bali yang saya tulis di sini sekitar dua setengah tahun yang lalu. Hanya saja, yang saya lihat di Bali itu adalah jenis yang berbunga hitam. Sebenarnya mungkin warnanya super merah gelap, namun saking gelapnya jadi terlihat berwarna hitam. Sementara yang di Sumatera Barat ini adalah jenis yang berbunga merah.

Bunga  kacang Ucu berwarna Hitam yang ditemukan di tepi Pantai Benoa di Bali

Bunga kacang Ucu berwarna Hitam yang ditemukan di tepi Pantai Benoa di Bali

Ah, seandainya saya bisa berhenti sejenak dan memotret bunga indah itu.  Ooh..betapa inginnya saya berhenti. Namun tentu saja saya tidak enak meminta teman saya yang menyetir kendaraan untuk berhenti begitu saja demi keinginan saya pribadi. Padahal kami di sana kan sedang dalam urusan pekerjaan kantor. Tentu tidak sepantasnya saya minta berhenti.  Akhirnya saya hanya diam saja.

Tepat ketika saya berpikir begitu, teman saya melambatkan kendaraannya, menyeberang dan kami berhenti di sebuah halaman rumah makan. Kiambang Raya.  “Kita berhenti dulu di sini. Sudah waktunya makan siang” kata teman saya. Ooh??!!. “Kenapa, Bu? Sudah lapar kan?” tanyanya.  Horeee!!! Saya girang bukan main. Lupa menjawab pertanyaannya, saya  minta ijin untuk menyeberang karena saya ingin memotret bunga Wild Bush Bean yang berwarna merah itu. Karena mengkhawatirkan keselamatan saya saat menyeberang, dengan mempertimbangkan lalulintas bus dan truck lintas Sumatera yang berkecepatan tinggi, seorang teman akhirnya mengikuti  saya menyeberang jalan. Dan mulai memotret motret di bawah terik matahari. Dan bunga -bunga itu memang luar biasa indah.

Bunga Kacang Ucu liar berwarna merah (Macroptilium lathyroides). Saya tidak tahu apa namanya dalam Bahasa Minang. Yang jelas tanaman ini agak kurang merambat dibanding saudara-saudaranya yang lain, dan bahkan pohonnya segikit agak bisa tegak. Namun unga dan buahnya sama denga jenis  Kacang Ucu  yang berbunga hitam.

Bunga Kacang Ucu Merah 1 Bunga Kacang Ucu Merah 2 Bunga Kacang Ucu Merah 3

Cantik-cantik bukan? Lihatlah warna merahnya yang menyala.  Walaupun ukurannya kecil, namun warnanya sangat memikat hati. Demikian juga bentuknya yang mirip kupu-kupu.  Terayun-ayun di tiup angin tepi jalan.

Bunga Kacang Ucu Merah 4 Bunga Kacang Ucu Merah 5 Bunga Kacang Ucu Merah 6

Jika saja ada orang yang serius membudidayakan kacang ucu ini, saya pikir tanaman ini sangat layak dijadikan tanaman hias .


Apa Yang Kau Cari ???

$
0
0
Lihatlah tanaman ini. Jika kita meletakkan fokus pada bunganya,  maka bunga itu akan terlihat jelas, terang dan detail, sedangkan element lain di sekitarnya tampak blur, buram dan tidak jelas.

Lihatlah tanaman ini. Jika kita meletakkan fokus pada bunganya, maka bunga itu akan terlihat jelas, terang dan detail, sedangkan element lain di sekitarnya tampak blur, buram dan tidak jelas.

Sebelumnya saya bercerita tentang Bunga Merah Kacang Ucu Liar yang saya ambil fotonya di pinggir jalan di Pariaman, Sumatera Barat. Ketika teman saya melihat hasil jepretan saya, ia ikut kagum akan kecantikan bunga itu.  Dan bertanya dengan heran, bagaimana saya bisa menemukan bunga indah itu hanya dengan memandang dari jendela kendaraan yang sedang melaju. Sementara ia sendiri yang sejak lahir sudah berada di Sumatera Barat dan berkali-kali melewati jalur itu tak pernah tahu akan keberadaan bunga itu di sana. “Kok bisa ya?” tanyanya dengan wajah penuh tanda tanya.

Itulah salah satu bukti  atas berlakunya hukum semesta. Bahwa apa yang kita dapatkan, sesungguhnya adalah apa yang kita cari dengan konstan “ kata saya  tersenyum sambil menepuk bahunya. Jika kita mencari bunga liar dengan konstan, maka beraneka bunga liar akan muncul di depan mata kita. Jika kita mencari ilmu dengan konstan, maka kita akan menemukan pelajaran di dalam setiap hal yang kita alami. Ha ha! Teman saya tertawa nyengir mendengar theori yang saya katakan itu.

Malam sebelumnya, ketika kami makan malam, saya sempat mengedepankan theori ini  kepada teman saya itu, ketika saya menceritakan kegemaran saya bermain di alam bebas dan selalu berusaha mengambil intisari pelajarannya untuk membantu saya menjalani kehidupan. Saya belajar banyak dari sungai yang mengalir di belakang rumah, dari pohon-pohon yang daunnya berdesau di tiup angin, dari burung-burung yang berkicau menyambut pagi, dari bunga-bunga yang bermekaran menebarkan wangi ke udara, dari danau, dari laut, dari gunung, dari kabut dan sebagainya. Juga dari orang-orang di sekeliling saya, dari atasan, dari teman sejawat, dari bawahan, dari office boy, dari supir, dari tukang ojek, dari tukang parkir, tukang bubur dan sebagainya.  Saya selalu memetik makna dan instisari kehidupan yang disodorkan oleh alam kepada indera saya.

Teman saya setuju dengan pendapat saya. Bahwa alam dan sekitar kita adalah guru yang terbaik. Bukankah jika pelajaran itu bisa dipetik oleh seseorang, maka sebenarnya orang lainpun bisa memetiknya? Tentu saja bisa, asalkan ia mau melakukannya. Bagaimana bisa burung-burung, bunga-bunga, pohon-pohon , sungai atau bahkan gunung yang bisu itu bisa memberi pelajaran kepada seseorang?   Teman saya bertanya, bagaimana saya bisa menemukan guru-guru itu di alam? Saya selalu menemukan guru di alam, karena dengan konstan saya memang mencari guru untuk jiwa saya.

Kita akan menemukan hal yang kita cari dalam hidup, jika kita sangat  konstan mencarinya. Mengapa? Karena jika kita konstan mencari sesuatu, maka kita akan menjadi sangat fokus terhadapnya. Ibaratnya lensa kamera, fokus artinya membuat element yang kita tuju menjadi lebih jelas,lebih terang dan lebih detail, sedangkan element lain di sekitarnya akan menjadi blur, buram dan kurang terlihat. Jika kita dengan konstan mencari intisari pelajaran dari setiap hal yang kita temui, maka kita akan menjadi sangat fokus terhadapnya.Dan oleh karenanya kita akan sangat mudah menemukannya, karena intisaripelajaran itu kini menjadi terlihat sangat jelas, besar dan terang di depan mata kita. Sementara hal-hal yang tidak kita cari akan menjadi blur dan buram sebagai latar belakangnya.

Teman saya tampak terdiam dan merenung. Saya lalu bertanya, apa kendaraan yang ia gunakan saat ini? Ia menjawab “Xenia!” sambil tampak bingung kemana arah pembicaraan saya.  Lalu saya menyuruh ia mengingat-ingat jumlah kendaraan Xenia yang ia lihat di jalan, saat sebelum ia memutuskan untuk membeli Xenia dibandingkan dengan saat ia mulai tertarik dan memutuskan akan membeli Xenia. “Iya. Tiba-tiba saya melihat lebih banyak jumlah Xenia berlalu lalang di jalan raya saat saya berpikir akan membeli Xenia” katanya dengan wajah berseri.  Benar! Itu karena pikiran kita terfokus pada merek kendaraan itu. Oleh karenanya,kita berusaha mencari dan memperhatikan setiap kali ada Xenia yang lewat atau parkir disekitar kita.

Demikian juga jika kita memutuskan untuk membeli VW Kodok, Mitsubishi Pajero, Toyota Altis, Honda Accord, BMW dan sebagainya. Tiba-tiba merek kendaraan yang menarik hati kita itu terlihat lebih jelas muncul di depan mata kita. Teman saya yang lain membenarkan dan menceritakan pengalaman pribadinya ketika berpikir  untuk membeli sebuah kendaraan tertentu. Ia selalu memperhatikan jenis kendaraan itu  yang melintas di hadapannya dan seketika ia melihat jumlahnya jauh lebih banyak dibanding saat sebelum ia berniat untuk membeli kendaraan itu.

Sekarang ia mulai memahami apa yang saya maksudkan. Itu hanya sebuah analogi dalam keinginan untuk membeli kendaraan.  Demikian juga yang terjadi pada hal-hal lain.

Kita akan menemukan apa yang kita cari secara konstan di dalam hidup kita.  Kita akan lebih mudah menemukan guru jika secara konstan kita mencari guru. Kita akan lebih mudah menemukan sahabat jika secara konstan kita mencari sahabat. Kita akan lebih mudah menemukan uang jika kita secara konstan mencari uang. Kita akan lebih mudah menemukan karir jika kita secara konstan mencari karir. Demikian seterusnya. Tergantung pada apa yang kita cari di dalam hidup ini.


Bukittinggi: Hanya Sebatang Pohon Karet.

$
0
0

Burung Cerukcuk 2Saya sedang menikmati sarapan pagi saya di sebuah hotel di Bukittinggi, Sumatera Barat. Pagi hari yang sangat menyenangkan. Matahari baru saja menyembul dari balik atap bangunan, mengusir kabut pagi. Saya mengambil posisi duduk di pinggir, sedemikian rupa sehingga tidak terkena sinar matahari langsung namun masih  bisa memandang langit dan taman hotel yang hijau dan asri. Pelayan restaurant menawarkan secangkir teh hangat dan saya mengangguk berterimakasih.  Saya menyukai kota berhawa sejuk ini.

Beberapa puluh ekor burung walet tampak bercericip di langit, terbang berputar-putar mengelilingi sebuah menara. Terbang berkejar-kejaran dengan teman-temannya. Alangkah riang gembiranya kawanan burung itu. Saya hanya memandanginya saja. Ikut bersyukur akan kegembiraan pagi. Tidak berniat untuk memotretnya karena saya tidak  tahu bagaimana teknik memotret burung terbang di angkasa.

Burung Cerukcuk 3

Di halaman tampak tumbuh sebatang pohon karet (Ficus elastica) yang jika ditilik dari ukuran dan jumlah lumut serta tanaman epifit yang tumbuh di batang dan cabangnya menampakkan usianya yang tentu bukan baru setahun dua tahun.  Pohon itu tampak sangat artistik dengan ketuaannya. Di pucuk-pucuk cabangnya tampak banyak sekali buah-buah kecil bermunculan dari sela-sela daunnya yang kaku. Sumber makanan yang berlimpah bagi burung-burung. Saya pikir sebentar lagi tentu saya akan menyaksikan kehadiran burung-burung pemakan buah di sini. Benar saja. Tak seberapa lama seekor burung kecil muncul dan hinggap di dahan. Sayang saya belum siap dengan kamera saya.

Burung Cerukcuk 4

Berikutnya beberapa ekor Burung Cerukcuk (Pycnonotus goiavier) mampir. Seekor tampak cukup dekat dengan posisi saya duduk.  Nah, yang ini tentu ada kesempatan buat saya memotret. Burung itu memakan buah-buah karet yang melimpah. Pindah dari satu cabang ke cabang yang lain.  Barangkali mereka memilih hanya buah-buah yang masak dan ranum. Setelah menelan 4-5 buah karet, kedua ekor burung itu terbang.

Berikutnya datang lagi 4 ekor burung Cerukcuk lain. Mereka juga melakukan kegiatan yang sama makan dan pergi. Lalu bergantian lagi dengan beberapa ekor burung yang lain.

Walaupun Burung yang sama sudah cukup sering saya lihat di belakang rumah saya,namun saya tetap senang melihat burung ini di sini. Setidaknya memberi saya pemahaman yang baik bahwa penyebaran Burung ini ternyata memang sangat luas di tanah air – setidaknya saya bisa mencatat minimal mulai dari sisi barat pulau Sumatera, sepanjang pulau Jawa,  pulau Bali , pulau Lombok.

Burung PekingNamun rupanya yang membutuhkan pohon karet itu bukan hanya burung Cerukcuk. Banyak burung-burung kecil juga berdatangan.  Misalnya di cabang utama pohon itu tumbuh beberapa rumpun anggrek merpati. Nampak beberapa ekor burung Peking (Lonchura punctulata) entah mencari makan, entah bersarang di sana.

Burung Bondol Tunggir Putih

 

Demikian juga di cabang yang lain. Saya melihat Burung Bondol Tunggir Putih (Lonchura striata). Semua ikut bernaung dan ikut makan di sana.  Saya memandangnya sambil menghabiskan teh hangat saya. Saya mendengar bahwa hotel itu sedang direnovasi saat ini. Semoga pohon karet itu tidak ditebang. Sehingga ia tetap bisa menjadi penyangga kehidupan bagi mahluk-mahluk lain yang berkunjung ke sana.

Hanya sebatang pohon karet.  Namun walaupun hanya sebatang, buahnya sangat berlimpah. Alangkah banyaknya buah pohon karet itu. Dan alangkah banyaknya jumlah burung yang dihidupinya. Baik untuk mencari makan, untuk berteduh ataupun hanya untuk sekedar mengistirahatkan sayapnya sejenak.

Walaupun hanya sebatang, namun betapa sangat penting keberadaannya. Jika kita bisa menyelamatkan keberadaan pohon, walaupun hanya sebatang, tetap sangat besar artinya bagi keberlangsungan mahluk hidup lain di sekitarnya.


Musik Dan Perkembangan Jiwa Anak-Anak.

$
0
0

HomeConcertBermain musik!. Adalah salah satu bentuk berkesenian yang tidak saya kuasai.  Walaupun demikian, saya sangat menyukai musik. Apapun jenisnya.Mulai dari yang traditional hingga modern. Mulai dari gamelan, hingga alat musik asing.  Dan saya selalu kagum kepada orang yang jago bermain musik. Karena menurut saya mereka adalah orang-orang yang mampu menghayati dan mengamalkan keharmonisan dengan sangat baik. Saya tak habis pikir. Bagaimana ya caranya orang bisa berkonsentrasi dengan nada suara di dalam alat musik yang digunakannya sendiri agar tidak bertabrakan panjang pendek, cepat lambat ataupun tinggi rendahnya. Belum lagi harus menyeimbangkan keharmonisan dengan nada suara alat musik lain. Atau bahkan menyesuaikan dengan suara sang penyanyi jika ada. Repot, bukan?

Oleh karena ketidak mampuan saya bermain musik, maka saya mendorong anak-anak saya bermain musik. Agar tidak sama dengan emaknya yang cuma tahu dung dang ding dong deng – tangga nada dalam musik traditional Bali – sejenis do re mi fa sol. Pada awalnya saya membawa anak-anak saya ke sekolah musik yang ada di Bintaro. Anak saya yang besar memutuskan untuk belajar Violin, sementara yang kecil belajar piano.   Namun karena satu hal, saya kemudian memuuskan untuk melanjutkan pendidikan musik bagi anak saya di tempat kursus  yang lebih private, dimana gurunya mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membimbing anak-anak.

Di tempat baru ini kedua anak saya mengambil kelas piano classic. Baru kelas persiapan dan grade 1. Masih jauh sekali ya hingga bisa menjadi pemusik yang pro? Tidak apa-apa.  Kalau ingin menjadi yang pro tentu harus sabar dan tekun belajar dari mulai yang mudah dan sederhana terlebih dahulu. Kalau terus berlatih dengan tekun tentu suatu saat bisa menjadi pro juga. Saya cukup senang anak-anak saya menyukai apa yang ia pelajari.  Selain itu di sekolahnya, anak saya yang kecil juga belajar Gamelan Jawa. Saya mendorongnya untuk mempelajari musik traditional juga. Home concert

Beberapa hari yang lalu mereka ikut Home Concert yang diselenggarakan oleh tempat kursusnya yang dihadiri sekitar 30-an penoton. Ada sekitar 17 peserta yang menampilkan Solo, selain ada juga performance gabungan. Anak saya yang kecil membawakan “Long Long Ago” karya komposer Inggris,  Thomas Haynes Bayly. Sementara anak saya yang besar, untuk penampilan piano classic  solo-nya ia membawakan dua buah lagu, dua-duanya karya Ludwig van Beethoven, komposer dan pianis Jerman. Lagu pertamanya adalah Alegro in G, dan yang kedua adalah  Fur Elise. Selain itu ia juga melakukan performance gabungan bersama seorang guru. Saya sangat senang melihat penampilan anak-anak saya. Rasanya tidak sia-sia mendorongnya untuk belajar.

Jadi teringat kembali masa-masa dimana ia baru saja mencoba menggunakan alat musiknya yang saya belikan untuk pertama kali dengan suara yang belepotan dan amburadul. Ngak ngik ngok. Tak terasa sekarang mereka telah mulai besar dan mulai lebih terlatih…

belajar musik

Mengapa bagi saya musik menjadi sedemikian pentingnya untuk anak-anak?

Musik  yang bagus memberikan keteduhan jiwa bagi siapapun pendengarnya. Mendorong anak-anak untuk mendengarkan musik atau bermain musik, sama dengan mendorongnya menuju ke keteduhan jiwa dan mental yang damai.

Belajar musik juga memberikan kesempatan kepada anak untuk memahami dengan lebih mudah akan pentingnya harmony dalam setiap langkah kehidupannya. Anak-anak akan menjadi lebih peka bahwa untuk membuat dirinya harmony, ia harus mengatur beberapa hal dengan baik secara internal, dan sekaligus bisa paham bahwa ia pun perlu menyelaraskan diri dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Musik juga membantu anak dalam mengasah “rasa”. Mengatur tempo,tekanan dan nada. Dan juga menjadi obat mujarab untuk mengobati kebosanan.

Yuk kita dorong anak-anak untuk belajar bermain musik – apapun jenisnya!.

 



Bakti Sosial Reuni SMA Negeri 1 Bangli,Bali : Menabur Benih Ikan.

$
0
0

baksos tebar benih ikan di danau baturMinggu yang lalu saya kebetulan ada urusan  di  Denpasar. Seorang teman yang tahu saya ada di Bali, mengajak saya ketemuan di SMA 1 Bangli. Tanggal 25 Oktober ini akan ada Reuni Agung, dan besok itu akan ada kegiatan pra reuni. Ia meminta agar saya ikut saja. “Ayo pulang! Besok ada bakti sosial menebar benih ikan” katanya. “Tapi aku mau pulang ke kampung di tepi Danau Batur” kata saya. “Ke danau Batur  sorenya saja. Kan sekalian sambil menebar benih ikan.” saran teman saya. Akhirnya saya tak kuasa menolak. Kangen juga sama teman-teman. ha ha!.

Besoknya saya datang ke Sekolah. Pagi itu diadakan acara Jalan santai.  Whuaa..seru banget ketemu teman-teman!. Cekakak cekikik mengenang masa lalu. Potret sana, potret sini -berselfie ria. Semua pojok depan sekolah dijadikan latar belakang pemotretan. Saking asyiknya, baru sadar ternyata kami sudah ditinggal barisan jalan santai. Waduuuh! Kami menebak-nebak jalur jalan santai yang ditempuh, lalu mencoba mencegat rombongan lewat jalan pintas menembus rumah-rumah penduduk. Ternyata salah!!. Bukan jalur itu yang ditempuh!.. ha ha. Akhirnya terpaksa balik ke pojok Lapangan Kapten Mudita dan menunggu di situ. Nasib membolos dari kegiatan jalan santai. Ketika rombongan pejalan santai kembali dan melihat rombongan itu diliput oleh sebuah station TV, lalu kami menyelinap masuk barisan dan berakting seolah olah kelelahan habis jalan santai sambil berdadah dadah ke kamera TV. Hua!

Hari itu banyak acara deh. Tapi saya sangat terkesan dengan acara Menabur Benih Ikan.  Acara ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan populasi ikan air tawar di badan-badan air di Bangli. Teman saya Alit Parwata menjadi “the man of the day” hari itu. Namanya dipanggil-panggil untuk datang ke panggung, sementara yang bersangkutan menghilang karena sedang  sibuk mendonorkan darahnya di acara donor darah. Mana Alit? Mana Alit?

Awalnya saya tidak terlalu paham kenapa Alit mendadak menjadi “orang penting” hari itu? Mengapa ia dipanggil-panggil ke panggung dan didaulat untuk mengocok undian door prize segala? Sementara kami hanya duduk di sini dan tak seorangpun yang memanggil ke panggung?  Ada apa gerangan? Akhirnya teka-teki itu terjawab. “Memang Alit orang penting hari ini! Kan benih ikan buat acara tabur benih nanti dari dia” jelas Erna, sahabat karib saya.  Rupanya Alit adalah Kadis Peternakan dan Perikanan  di kabupaten Bangli. OOOO.. saya baru tahu. Sekarang saya mengerti mengapa. Ha ha! Pantes saja jadi orang penting.

menyerahkan benih ikan melepas anak ikan benih ikan siap ditebar Anak-anak ikan yang baru saja dilepas di air

Acara menabur benih ikan itu dilakukan di dua lokasi. Pertama di Telabah Aya, sebelum makan siang  dan yang ke dua di Danau Batur, pada sore hari.  Telabah, dalam Bahasa Bali artinya adalah sungai kecil atau kali. Berbeda dengan Tukad (Sungai), lebar telabah  biasanya hanya  beberapa meter, dan di beberapa bagian bahkan ada yang sangat sempit  seukuran got yang lebar.  Saya ikut rombongan teman-teman seangkatan saya mengikuti acara itu. Diawali dengan acara symbolis penyerahan bibit ikan oleh Alit selaku Kadis Peternakan dan Perikanan kepada pemuka adat setempat. Baru setelah itu kami beramai-ramai melepas anak-anak ikan.  Anak-anak ikan yang berada dalam kantung-kantung plastik beroksigen dilepas dengan cara membuka kantung plastik perlahan-lahan, lalu menurunkan permukaan plastik berlawanan arah dengan arus air sungai, ditunggu sebentar hingga ikan-ikan itu keluar semua dari kantung plastik dan anak-anak ikan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.  Sebagaimana layaknya sungai di daerah pegunungan, air telabah Aya ini juga sangat bening. Sehingga ikan-ikan yang baru dilepas ini sangat mudah dilihat bergerak-gerak berenang melawan arus di beningnya air.

Sore harinya,  kembali teman-teman mengajak saya melepas benih ikan. Kali ini lokasinya di Danau Batur di Kintamani, Bangli.

Gunung dan danau Batur Menebar benih ikan di danau Menebar benih ikan di danau batur Alumni 84 SMA 1 Bangli ikut menebar benih ikan

Penaburan benih ikan dilakukan di tengah danau dengan menggunakan 2 buah perahu bermesin tempel dan di dekat dermaga di desa Kedisan. Perjalanan ke sana kurang lebih memakan waktu setengah jam. Pemandangan sangat indah sekali. Jalan yang berkelok, Gunung Batur dan Danau yang luas serta bukit-bukit hijau yang mendindingi danau. Sesampainya di bawah, saya memandang lepas ke danau. Ada banyak sekali burung-burung air yang beterbangan mencari ikan.

Saya ikut naik ke dalam salah sebuah perahu yang akan membawa bibit ikan ke tengah. perahu melaju dengan cepat membelah air danau yang biru. Sesampai di tengah, teman-teman saya bergantian mulai melepas anak-anak ikan sambil bergembira. Semoga anak-anak ikan itu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Seperti  saat di telabah Aya, panitya juga memperingatkan agar jangan meninggalkan kantong plastik bekas di tengah danau agar tidak merusak lingkungan.

Alit  memberi saya informasi bahwa jumlah benih ikan yang ditabur adalah sebanyak 30 000 ekor. 25 ekor ditabur di danau Batur, dan 5 000 sisanya ditabur di Telabah Aya.  Sumber benih didapatkan dari UPR Sala, yaitu unit pembenihan ikan milik alumni. Penaburan benih ikan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kepedulian alumni terhadap pelestarian lingkungan. Menurut Alit, pada bulan Agustus sebelumnya sempat terjadi ledakan belerang  di danau gunung berapi itu yang mematikan ikan, sehingga kita perlu menebar kembali benih ikan agar populasi ikan dan keseimbangan ekosistemnya terjaga.

Sedangkan untuk Telabah Aya sendiri dilakukan proggram kebersihan saluran irigasi, dengan cara tidak membuang sampah sembarangan dan menebar benih ikan agar semua pihak peduli dengan proggram kali bersih.

Menabur benih ikan! Menabur kebaikan untuk masyarakat sekitar. Saya salut kepada teman saya Alit Parwata dan juga kepada teman-teman panitya reuni serta jajaran akademis SMA 1 Bangli  yang menyelenggarakan acara ini. Banyak kegiatan yang bermakna yang dilakukan. Reuni. Bukan hanya sekedar pertemuan hura-hura. Namun pertemuan penuh makna. Mengingatkan kita kembali akan jasa sekolah serta bapak-bapak dan ibu-ibu guru kita, yang telah dengan susah payah mendidik kita hingga kita menjadi diri kita sekarang ini. Banyak yang sukses. Walaupun diantaranya mungkin ada juga yang kurang sukses. Jangan pernah lupa akan almamater. Jika sukses, tidak ada salahnya memberikan kembali kepada sekolah dan masyarakat sekitar. Kebaktian sosial. Donor darah, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lain-lain.

Saya merasa bersyukur dan sangat berterimakasih pernah dididik di sini. Di SMA negeri 1 Bangli. Sekolah yang senantiasa mengingatkan kepedulian kita akan kelestarian lingkungan alam sekitar kita.

 

 


Barong Brutuk Di Desa Trunyan, Kintamani, Bangli.

$
0
0

Barong Brutuk2Saya diajak adik saya pergi ke Desa Trunyan, yang letaknya di tepi Danau Batur di Kintamani, Bangli. Ada upacara Ngusaba Kapat di Pura Pancering Jagat. Dalam rangkaian upacara ini akan diadakan pementasan Barong Brutuk, yakni salah satu bentuk kesenian Bali Kuno yang sudah sangat lama sekali tidak pernah dipentaskan. Mengingat langkanya  pementasan ini, tentu saja saya tidak mau menyia-nyiakannya.

Walau harus menghadapi sedikit halangan di jalan berupa pohon dan tiang listrik tumbang, pagi-pagi saya sudah sampai di Desa Trunyan.  Keramaian tampak di sekitar desa, terutama di areal Pura Pancering Jagat. Kami diterima dengan baik oleh pemuka adat setempat dan diberi penjelasan singkat mengenai upacara dan pementasan Barong Brutuk ini serta tata tertib yang harus kami patuhi selama acara berlangsung. Walaupun sebelumnya saya sudah pernah mendengar keberadaan Barong Brutuk ini, namun terus terang saya baru pertama kali melihatnya langsung dengan mata saya sendiri.

Barong Brutuk, adalah tarian Barong yang sangat kuno dan hanya ada di Desa Trunyan yang sejak ratusan tahun lalu dihuni oleh warga Bali asli. Tarian ini menggambarkan kehidupan para leluhur di jaman dulu. Menurut sebuah sumber konon Barong Brutuk ini adalah unen-unen (anak buah) dari leluhur orang Trunyan, yakni Ratu Sakti Pancering Jagat dengan istrinya Ratu Ayu Dalem Pingit Dasar.

Tidak seperti tarian Barong lain di Bali yang busananya biasanya sangat penuh dengan motif hiasan, busana Barong Brutuk ini sangat sederhana. Tidak ada ukiran, tidak ada potongan kaca, apalagi cat prada keemasan. Hanya  kumpulan daun pisang kering (Keraras), yang konon hanya boleh dipetik dari Desa Pinggan.  Tidak ada yang tahu mengapa harus dari Pinggan. Ketika saya tanyakan, beberapa orang penduduk hanya mengatakan ” Memang sudah begitu dari dulunya“.

Barong Brutuk Barong Brutuk8 Barong Brutuk6 Barong Brutuk1

 

Demikian juga topeng yang digunakan. Terlihat sangat sederhana dan berbeda dengan jenis barong-barong lainnya di Bali. Namun demikian, topeng-topeng itu tampak sangat berkarakter. Sebuah topeng misalnya digambarkan memiliki karakter wajah yang tegas dan kuat, sedangkan topeng lainnya memiliki karakter lebih feminine. Ada juga yang berkarakter tua, dan lain sebagainya. Tidak ada seorangpun yang bisa menjawab ketika saya bertanya, siapakah pembuat topeng itu. Mereka sudah menemukannya seperti itu. Turun temurun.

Bahkan menurut seorang penduduk yang menemani saya ngobrol, jumlahnya pun berubah-ubah setiap kali mereka membuka tempat penyimpanannya. Jika hari ini mereka membuka tempat penyimpanan itu menemukan 21 topeng, maka besoknya bisa jadi topeng itu akan berjumlah 23 buah. Kebetulan pada hari saya di sana, jumlah topeng yang ditarikan ada sebanyak 19 buah. Menurutnya, berapapun jumlah topeng yang ditemukan per hari itu, maka harus dipentaskan semuanya. Dan para Teruna (remaja pria) yang memakai topeng itu harus bisa memainkan peranannya.  Hmm…sangat menarik.

Yang berbeda lagi dengan Barong biasa, Barong Brutuk ini tidak diiringi dengan musik. Brutuk hanya berjalan-jalan di halaman atau mengelilingi Jeroan Pura sambil membawa cambuk.  Sehingga sebenarnya agak sulit kalau dibilang menari, karena memang hanya sembahyang,  berjalan berkeliling dan melecutkan cambuk. Tidak banyak penduduk diperkenankan masuk untuk menghindari lecutan cambuk. Banyak penduduk terlihat menonton dari balik pagar, ada juga beberapa yang nekat di pintu Jeroan. Beberapa kali nampak penduduk mengambil daun kraras dari barong Brutuk ini dan menyelipkan di telinganya. “Untuk apa?” tanya saya.

Penduduk mempercayai bahwa potongan daun kraras dari Barong Brutuk itu membawa keselamatan dan berkah. Demikian juga lecutan cambuknya. Dipercaya memberi kesembuhan (tamba) bagi yang sakit. Beberapa orang anak-anak memanggil-manggil dan menggoda Barong Brutuk agar mencambuk ke arah mereka. “Ratu!! meriki Ratu!” (Ratu! Ke sini Ratu!) atau “Malih Tu! Malih Tu! Nunas Tamba, Tu!” (lagi Ratu! Minta Obat). Namun ketika  Barong Brutuk itu mendekat dan mencambuk, anak-anak itu pada berlarian dan tertawa senang. Ada beberapa orang yang sempat terkena lecutan juga. Bahkan ada seorang penduduk yang tampak sedang sakit malah bersimpuh memohon dicambuk, dan ketika dicambuk bukannya kabur namun malah menyerahkan diri – karena ia percaya akan khasiat pengobatan dari lecutan Barong Brutuk itu. Selain itu bebrapa kali saya lihat Barong Brutuk itu melemparkan buah-buahan dari banten ke penonton. Dan orang-orang berebut untuk mendapatkannya,karena juga dipercaya sebagai berkah dan obat.

Pementasan ini sangat panjang. Pagi hari hanya di halaman Jeroan Pura, lalu setelah istiahat sejenak dilanjutkan ke areal Jaba Pura (bagian luar /areal Pura yang lebih rendah). Sore harinya dipentaskan bagaimana pria dan wanita Trunyan pada jaman dulu mencari pasangannya, yang disebut dengan acara metambak-tambakan. Barong Brutuk dengan topeng raja dan ratu menarikan tarian percintaan ini. Mereka sama -sama menari dengan aggresif-nya, hingga akhirnya merasa cocok dan menikah. Saya dijelaskan bahwa dalam kepercayaan masyarakat Trunyan, bahwa urusan mencari jodoh bukanlah hanya urusan pria saja yang harus aggresif menyeleksi dan menentukan pilihan hidupnya, namun para wanita pun layak sama aggresifnya dalam menentukan pilihannya sendiri.

Barong Brutuk10 Barong Brutuk9 Barong Brutuk 7 Barong Brutuk4

 

Seorang penduduk mengatakan bahwa tarian sakral ini sudah tidak pernah dipentaskan sebagaimana seharusnya sejak  dua puluh tahun lebih, walaupun pernah diperagakan di Pesta Kesenian Bali. Namun seorang ibu lain mengatakan bahwa seingatnya tarian ini pernah dipentaskan pada tahun 2002.  Sayapun jadi penasaran, kapan seharusnya tarian ini dipentaskan? Jika tidak dipentaskan,apa sebabnya? Dan jika sekarang dipentaskan lagi, tentu ada penyebab juga. Sayang sekali saya tidak mendapatkan jawaban yang conclusive atas pertanyaan di kepala saya ini. Walaupun ada yang mengatakan Tarian sakral ini dipentaskan dalam rangka untuk memohon kesuburan.

Menurut seorang penduduk, Barong Brutuk seharusnya dipentaskan setiap dua tahun sekali, pada upacara Ngusaba Pura Pancering Jagat yakni pada Purnama Kapat. Purnama Kapat (bulan Purnama ke-empat dalam penanggalan Bali)  itu sendiri oleh penduduk diberi kode Kapat Lanang dan Kapat Wadon. Barong Brutuk hanya dimainkan pada Kapat Lanang oleh para Teruna (remaja pria). Tahun berikutnya, saat Kapat Wadon, Barong Brutuk tidak dipentaskan. Pada Ngusaba di Kapat Wadon ini, yang aktif adalah para Daa Bunga  (remaja puteri). Mereka akan mengisi kegiatan upacara dengan menenun kain suci. Itulah sebabnya secara natural, Barong Brutuk hanya dipentaskan setiap dua tahun sekali. Tidak ada yang bisa memberikan jawaban pasti kepada saya mengapa tarian ini tidak dipentaskan. Hanya sebuah cerita singkat bahwa pada tahun 2007, terjadi bencana tumbangnya pohon Beringin besar yang tumbuh di Pura itu, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pementasan. Lalu apa yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya?

Masih banyak pertanyaan yang menggelayut di kepala saya. Namun karena hari sudah semakin sore, maka sayapun berpamitan kepada para pemuka desa Trunyan untuk pulang ke Bangli.

 


Danau Batur: Burung Layang-Layang Asia.

$
0
0

burung Layang-Layang AsiaSuatu pagi ketika saya akan pergi ke Desa Trunyan, perjalanan kami  terputus akibat pohon tumbang. Sambil menunggu petugas membereskan pohon itu, saya mengajak adik saya untuk berhenti di ujung Desa Kedisan saja. Ada apa di sana? Saya bercerita kepada adik saya bahwa saat melintas sebelumnya saya melihat kawanan Burung Layang-Layang Asia terbang mencari makan di sekitar area itu. Mungkin ada baiknya kita berhenti sebentar dan mengamati tingkah lakunya.

burung Layang-Layang Asia 3

Burung-burung itu tampak sibuk terbang menyambar-nyambar di atas permukaan air danau, atau di atas lahan-lahan yang sedang diolah dan dipupuk kotoran sapi.  Mereka sedang berburu serangga yang banyak terdapat di sana. Melimpahnya jumlah serangga di tepi danau membuat  burung -burung itu tampak betah di sana. Saya sangat menyukai gerakan rerbangnya. Mengepakkan sayapnya, melayang, menyambar, berputar-putar,melingkar. Gesit sekali. Dan bentuk tubuhnya sangat indah dan aerodynamics. Beberaapaa ekor yang kelelahan tampak berisitirahat dengan bertengger di kawat listrik di atas ladang di tepi jalan. Mereka tak tampak terganggu oleh lalulintas atau bahkan suara mesin pompa air yang digunakan saat petani menyiram tanaman tomat di bawahnya.

burung Layang-Layang Asia 2

Burung Layang-Layang Asia atau Barn Swallow ( Hirundo rustica) adalah jenis burung Layang-layang dari keluarga hirundinidae dan masih sangat dekat tampilannya dengan saudaranya Burung Layang-Layang Batu (Hirundo tahitica) yang sering saya tulis di sini,di sini dan di sini. Tampilannya pun sangat mirip. Sepintas lalu agak susah membedakannya. Ukuran tubuhnya sama. Demikian pula warna bulu dominantnya. Nyaris sama. Namun mata yang terlatih akan bisa melihat bahwa burung ini memang bukan Burung Layang-Layang Batu.

Burung layang-layang.

Pertama yang sangat jelas adalah ekornya yang panjang dan menggunting. Lebih panjang dari ekor burung layang-Layang Batu. Burung Layang Layang Batu tidak memiliki dua tangkai bulu ekor ini.  Ynag ke dua, warna putih dada burung layang-layang Asia jauh lebih bersih ketimbang warna putih kotor burung layang-Layang Batu. Ke tiga, burung Layang-Layang Asia memiliki garis biru metalik yang sangat  jelas di batas dada dengan lehernya yang tidak dimiliki oleh jenis burung layang-Layang Batu. Pada Burung Layang-Layang Batu, warna di daerah ini hanya coklat karat saja.

burung Layang-Layang Asia 4

Kalau saya deskripsikan, burung ini berwarna biru metalik pada bagian kepala, punggung hingga ekornya. rahang bawah hingga lehernya berwarna coklat karat. Dada, perut dan ekor bagian bawahnya berwarna putih, dengan tanda biru metalik pada batas dada dan lehernya. Paruh dan matanya berwarna hitam. Demikian juga kakinya.

Menurut catatan, burung ini termasuk burung migrant yang datang ke Indonesia  pada bulan September – November. Menarik bagi saya untuk mengamatinya lebih jauh. Dan sangat kebetulan memang,bulan ini adalah bulan Oktober.

 

 


Cerita Perjalanan: 28 Menit Ke Banyuwangi.

$
0
0

Pesawat Garuda ke BanyuwangiBeberapa minggu yang lalu, saya ada sedikit urusan pekerjaan di Banyuwangi. Berhubung  Banyuwangi  lebih mudah ditempuh dari Denpasar ketimbang dari Surabaya, saya memutuskan untuk berangkat dari Jakarta dan menginap di Denpasar semalam, lalu esoknya pagi-pagi saya akan berangkat lewat darat lalu menyeberang Selat Bali, sampai deh ke Banyuwangi. “Naik pesawat aja, Bu. Sekarang sudah ada pesawat dari Denpasar ke sana. Jam 7 pagi kita sudah tiba di sana. Jadi sudah bisa kerja normal jam 8.” jelas teman saya. Oh? Begitu ya? Saya malahan tidak tahu sebelumnya.   Saya setuju ajakannya itu, dan iapun mencari tiket ke sana. Horreee…dapat!.

Pagi-pagi saya sudah siap dan langsung ke Bandara Ngurah Rai. Tak berapa lama menunggu, penumpang dipersilakan masuk pesawat. Wah..  pesawat kecil dengan dua buah baling-baling.   Rasanya stress juga, karena jika udara sedang kurang bersahabat, lumayan juga sangat terasa guncangannya.  Jauh lebih terasa jika dibandingkan dengan menumpang pesawat-pesawat besar seperti Air Bus  atau Boeing  747.  Bangku di dalamnya juga terdiri atas 2 seats -2 seats. Sebenarnya saya agak deg-degan juga. Sejujurnya saya agak takut naik pesawat.

Sebelumnya saya sudah pernah naik pesawat seukuran ini sebanyak 2x.  Pertama dalam perjalanan  dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung menuju ke Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta. Tapi itu sudah lamaaaa sekali.  Jaman Pak Harto. Jaman pesawat dai Bandung kalau ke Jakarta mendaratnya di Halim (sekarang masih nggak ya?). Pesawat rasanya terbang  klepek klepek  limbung ditiup angin. Rasanya sangat stress,untung akhirnya tiba juga di atas Halim. Namun sayangnya, entah kenapa rupanya terjadi kesalahan. Pesawat itu tidak bisa mendarat karena Pak Harto sedang menerima tamu di sana. Aduuuh..bagaimana ini?Kok tidak ada koordinasi antara satu bandara dengan bandara lainnya ya. Tak habis pikir. Akhirnya terpaksalah balik lagi ke Bandung.  Lalu setelah turun sebentar, balik lagi untuk merasakan stress yang sama dengan pesawat baling-baling itu.

Kali  keduanya juga sudah lama bangettttt. Kalau tidak salah dalam sebuah perjalanan dari Frankfurt  ke Manchester. Rasanya pesawatnya sih lebih modern, tapi kayanya ukurannya tidak jauh berbeda juga. Kecil dengan 2 seats- 2seats begitu juga. Saat itu musim dingin. Tapi cuaca kelihatannya cukup baik. Tidak ada goncangan sih. Saya merasa sedikit agak tenang dan masih bisa melongok ke bawah lewat jendela menonton pohon-pohon dan tanah yang tertutup salju.  Jadi sebenarnya pesawat kecil nggak selalu menakutkan juga sih.

Nah sekarang saya mendapatkan kesempatan yang ketiga kalinya. Dari Bandara Ngurah Rai di Denpasar menuju Bandara Blimbingsaridi Banyuwangi. Berdoa semoga udara sedang tenang dan baik. Dan doa saya dikabulkan, plus dikasih bonus melihat-lihat pemandangan dari udara. Karena pesawatnya kecil, dengan sendirinya ia tidak bisa terbang terlalu tinggi dari permukaan laut.  Dan karena terbang rendah, ditambah dengan udara yang tenang dan cuaca terang di pagi hari, maka landscape bumi kelihatan sangat baik dan jelas. Kesempatan yang jarang-jarang bisa didapatkan.

di atas sanur

 

 

Untuk ke Banyuwangi, pertama pesawat itu mengambil arah ke timur, berlawanan dengan arah Banyuwangi yang ada di sebelah barat pulau Bali.  Lalu setelah sedikit agak tinggi, baru memutar balik ke arah barat. Jangan tanya saya alasannya, karena saya tidak tahu persis. Barangkali karena landasan pacu arahnya ke timur.. he he..nebak-nebak saja.  Jadi saya bisa melihat sekarang kalau saya sedang berada di atas wilayah Sanur atau Padang Galak.

di atas pulau Serangan

Pulau Serangan terlihat sangat jelas di pagi hari. Walaupun di sana-sini ada awan putih yang menghalangi pemandangan. Pulau kecil itu bentuknya lucu juga ya kalau dilihat dari udara.  Ada banyak sekali kapal-kapal nelayan yang berlabuh di salah satu sisinya. Kelihatan putih-putih mirip bercak ketombe. Saya ingat bermain ke sana dengan adik saya.  Pulau itu sangat menarik buat saya.

Tol Bandara - Nusa Dua

Pesawat terus melaju dan sekarang saya bisa melihat tol Benoa yang dari Bandara Ngurah Rai mengapung di atas laut menuju Nusa Dua. Lucu juga kelihatannya dari atas sini. Mirip galah (tiang panjang) berwarna putih yang membentang di atas laut yang tenang.

pesisir Banyuwangi

Banyak sekali yang saya lihat di sepanjang perjalanan. Tanpa terasa pesawat sudah mencapai pesisir  Banyuwangi di Jawa Timur. pantainya mungkin tidak putih, tapi Banyuwangi menunjukkan pemandangan yang juga sangat menarik.

Ladang garam

Wah..apa itu putih-putih? Tampak berkilau dari ketinggian?  Saya melihat lebih dekat. Apa tambak ikan ya? Kelihatannya seperti Ladang Garam!! Ada beberapa petak. Ada yang airnya sudah sasat. Barangkali jika hari ini matahari bersinar sangat terik, garam-garamitu mungkin sudah kering dan bisa segera dipanen.

di atas sawah yang semakin berkurang

Pesawat terbang semakin rendah. Kami hampir sampai. Sawah-sawah nan menghijau tampak di sana-sini.Alangkah hijaunya Banyuwangi. Banyak sekali burung-burung bangau berwarna putih berkeliaran. jika tadi di atas Bali, kapal-kapal nelayan terlihat mirip ketombe, sekarang dari  ketinggian Banyuwangi,  burung-burung ini yang terlihat seperti ketombe saking banyaknya.

 

Blimbingsari

Sebentar kemudian pesawat mendarat.  Welcome to Banyuwangi! Welcome to Blimbingsari Airport!  Bandara ini masih sedang dibangun. Terlihat dari adanya alat berat  yang sedang beroperasi di sana untuk meratakan tanah lapang yang luas.  Saat ini hanya memiliki satu landasan pacu. Dan pesawat yang saya tumpangi adalah satu-satunya pesawat yang mendarat pagi itu.

Bandara Blimbingsari

Menurut keterangan , bandara ini baru  dua tahun beroperasi. Saya salut pada upaya Pemda setempat untuk membuka akses ini. Memudahkan para wisatawan untuk mengunjungi Banyuwangi. Karena sebenarnya Banyuwangi memang memiliki banyak potensi untuk  dikembangkan sebagai daerah Pariwisata. Mulai dari kebudayaan dan adat istiadatnya, pantainya, hutan-hutannya, kulinernya dan sebagainya. Selain itu lokasinya yang tidak jauh dari Bali, juga membuat semuanya sangat memungkinkan. Selain turis-turis yang memang sengaja datang hanya untuk ke Banyuwangi, saya rasa para turis yang datang dari jauh untuk ke Bali, pasti cukup banyak diantaranya yang tidak keberatan meluangkan waktu kurang dari setengah jam perjalanan udara untuk menuju Banyuwangi.

Banyuwangi

Beberapa menit kemudian ketika saya sudah benar-benar tiba di Banyuwangi, keluar dari bandara menuju kota, saya benar-benar merasa jatuh cinta  terhadap Banyuwangi. Pada sawah-sawahnya yang  menghijau, para petani yang sangat rajin bekerja dan pada burung-burung sawah yang sangat banyak di sana. Dan bahkan saya  melihat ada beberapa ekor Burung Raja Udang sedang bertengger di kawat listrik di tepi sawah. Saya ingin datang lagi ke Banyuwangi. Tapi kalau bisa bukan untuk urusan kerja lagi. Namun sebagai warga negara Indonesia yang ingin menikmati keindahan tanah airnya.

Bravo untuk  Banyuwangi! Semoga semakin sukses!

 


Bangli: Be Jair Bagong.

$
0
0

Be Jair BagongBangli adalah satu-satunya Kabupaten di Bali yang tidak memiliki laut. Namun demikian, Bangli memiliki Danau Batur yang sangat luas dengan populasi ikan mujairnya yang melimpah. Akibatnya jika kita mampir ke Bangli dan merasa lapar, mungkin akan sulit menemukan rumah makan yang menghidangkan masakan ikan laut alias “Seafood” . Sebagai gantinya kita akan lebih mudah menemukan rumah makan yang menghidangan masakan ikan danau.

Salah satu masakan ikan danau yang sangat terkenal di Bangli adalah “Be Jair Menyatnyat”. Disebut demikian karena Ikan Mujair ini dimasak dengan cara digoreng terlebih dahulu lalu dimasukkan  kedalam bumbu “Suna-cekuh” (bawang putih-Kencur) dan dimasak hingga airnya menguap semua dan kering. Nyat -nyat dalam bahasa Bali berasal dari kata ” enyat” yang artinya ‘asat’ alias kehabisan air.  Wanginya sungguh membuat kita harus menelan ludah berkali-kali. Dimakan bersama pelecing kangkung, sambel matah dan kacang tanah goreng…Wah, mantap!!!!.

Be Jair Bagong 1

Dimana kita bisa mendapatkan masakan Ikan Mujair Menyatnyat ini? Nah ini cerita saya…

Kebetulan minggu yang lalu saya sempat pulang kampung. Teman-teman mengajak saya untuk makan siang bersama. “Makan Be Jair Bagong aja” katanya. Ah ya! Saya ingat di sana saya bisa makan Ikan Mujair Menyatnyat dan minuman “Loloh Cemcem” yang merupakan minuman traditional Bangli. Kebetulan dua hal itu merupakan favorit saya. Tentu saja saya sangat setuju. Buat saya yang jarang-jarang pulang kampung,  semua masakan traditional kampung halaman yang khas dan sulit saya temukan di Jakarta akan sangat saya rindukan. Pasti tidak menolak kalau diajak. Maka berangkatlah kami beramai-ramai ke sana.

Seingat saya, warung makan itu selalu ramai. Tidak heran, karena memang masakannya sangat enak. Sangat mirip dengan rasa masakan dari bibi-bibi, uwak ataupun nenek saya di kampung halaman saya di Songan,Kintamani. Sangat cocok dengan lidah saya. Jadi sebenarnya Be Jair Menyatnyat bukanlah masakan asing, namun justru masakan turun temurun di dapur-dapur penduduk di Bangli. Tapi jika kita menyebut Be Jair Menyatnyat di Bangli, maka orang akan menunjukkan rumah makan Bagong kepada kita. Be Jair = Bagong. Dan Bagong= Be jair.

Bahkan ketika beramai-ramai saya ikut acara menabur ikan di Danau Batur, seusai menebar benih ikan, saya mendengar seorang alumni berteriak kepada anak-anak ikan itu “Da daaaaa! Sampai jumpa di Bagong!” ucapnya sambil tertawa-tawa, diikuti oleh riuh rendah tawa dari teman-teman lainnya. Yang lainpun ikut mengucapkan salam yang sama ” Sampai Jumpa kembali di Bagong” kepada anak-anak ikan itu. Mereka mengucapkan selamat tinggal, namun sekaligus bercanda bahwa nanti mereka akan bertemu lagi, di….warung makan Bagong! Dan tentunya sudah dalam keadaan terhidang sebagai “Be jair menyatnyat”.

Sebagai seorang pemasar, tentunya yang pertama muncul di permukaan kepala saya adalah ” Wow!” . Betapa kuatnya koneksi dan  brand recognition “Bagong” itu sebagai rumah makan ikan Mujair. Seolah berlaku pepatah ‘ Ingat Jair,  ingat Bagong’. atau sebaliknya “Ingat Bagong, Ingat Jair”

BagongMengingat itu, sebenarnya saya penasaran. Pengen sekali mendengar dari pemiliknya langsung bagaimana ia membangun brand-nya hingga menjadi iconik begini untuk kota Bangli. Dan sungguh sangat kebetulan, saya bertemu dengan Pak Bagong – sang pemillik warung makan itu.

Pak Bagong sebenarnya memiliki nama asli I Wayan Sukamara. Beliau merintis usaha ini sejak tahun 2004. Saat itu beliau baru saja usai menjalani masa bakti sebagai anggota DPRD di Kabupaten Bangli. Pak Bagong bercerita, saat menjadi anggota DPRD itu, beliau sempat mengikuti study banding ke Jawa Barat dan mengagumi bagaimana ikan air tawar di sana bisa disajikan dengan bangga di restaurant-restaurant. Sedangkan di Bangli yang memiliki danau luas dengan ikan yang melimpah, tidak ada seorangpun yang tertarik melirik bisnis ini. Pak Bagong mengusulkan kepada Pemda untuk lebih meningkatkan fokus pembudidayaan dan management dari ikan danau ini.

Ketika periode pemilihan berikutnya, Pak Bagong tidak lagi ikut mencalonkan diri.  Beliau memutuskan untuk membuka warung makan ikannya sendiri. Saat itu belum ada rumah makan yang memfokuskan masakannya pada ikan danau di Bangli. Jadi Warung Bagong adalah warung pertama yang memiliki positioning itu. Tidaklah heran jika orang ingat warung Bagong sebagai warung Ikan Mujair di Bangli. Wah.. saya jadi teringat Hukum pertama dari The 22 Immutable Laws of Marketing yang ditulis oleh Al Ries & Jack Trout pada jaman dulu. Hukum kepemimpinan yang mengatakan bahwa rahasia keberhasilan pemasaran terletak pada merk yang masuk pertama dalam ingatan pembeli.

Bagaimana ia bisa mempertahankan merk rumah makannya tetap di ‘top of mind” dari masyarakat sekitar sebagai rumah makan Be Jair? Pak Bagong tampak santai saja. Ia tidak merasa terancam dengan kehadiran rumah makan- rumah makan lain yang juga ikut menyajikan Be Jair.”Masakan bisa sama, tapi citarasa pasti berbeda” katanya dengan pasti. Perbedaan itu menurut Pak Bagong tentu diakibatkan oleh beberapa hal.  Pertama dari kwalitas ikannya. Ikan dari Danau Batur memiliki citarasa yang berbeda dengan ikan dari sungai atau sawah. Ikan dari Danau Batur terasa gurih dan sama sekali tidak ada bau lumpur.  Sedangkan ikan dari tempat lain masih terasa bau lumpurnya- jelasnya. Kedua, cara memasaknya pun berbeda. Pak Bagong memiliki teknik khusus dalam memasak ikan untuk memastikan cita rasa ikan ini tidak menguap ke udara. Ia yakin itu yang memberinya “point pembeda” dengan masakan ikan mujair dari rumah makan yang lain. Sekali lagi, differensiasi selalu penting dalam pemasaran.

Saya mengangguk-angguk mendengar ceritanya. Kisah Pak Bagong dan Warung Be Jair Menyatnyat-nya, memberi saya penyegaran kembalidalam pemahaman dunia pemasaran.


Danau Batur: Burung Kokokan.

$
0
0

Bangau Danau BaturAdakah yang lebih indah dari pemandangan tepi danau di pagi hari? Duduk memandang segarnya Danau Batur selalu memberi saya keteduhan jiwa yang tak bisa saya  gantikan dengan apapun. Di pagi hari, air danau selalu kelihatan lebih  tenang dan hanya beriak kecil. Sinar matahari memantul keemasan dari permukaannya yang mirip cermin raksasa itu. Sementara bukit-bukit hijau menjulang memagari danau. Di  sebelahnya Gunung Batur  berdiri tegak menjadi penyeimbang atas kedalamannya. Saya memandangnya dengan decak kagum. Di tepi danau penduduk tampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang mencari ikan, ada yang mencangkul, menyiram ladang dan banyak juga yang membersihkan ladangnya dari rumput liar. Kesibukan pagi yang indah.

Bangau Danau Batur 1

Setelah nyaris setengah abad perjalanan hidup saya, saya masih tetap mencintai kampung halaman saya. Walaupun nasib telah membawa langkah kaki saya berjalan ribuan kilometer, namun kampung halaman selalu menjadi magnet yang menarik saya untuk selalu pulang  dan pulang kembali. Laksana burung-burung Kokokan yang pergi terbang jauh entah kemana, namun ada waktunya akan pulang kembali ke sarangnya.

Bangau Danau Batur 2

Hmm.. Burung Kokokan!  Saya berdiri di dermaga kayu yang letaknya di Kedisan. Tak jauh dari sana tampak rumput-rumput danau tumbuh berkelompok membentuk koloni-koloni yang mirip rakit-rakit kecil tempat burung-burung air bertengger. Beberapa ekor kokokan tampak berdiri diam menunggu. Sesekali mematuk sesuatu di air danau. beberapa ekor Kokokan yang lain terbang  dari gundukan rumput ke rumput yang lainnya.

Bangau Danau Batur 3

Kokokan alias Burung Blekok Sawah, alias Javan Pond Heron (Ardeola Speciosa), adalah salah satu burung air yang keberadaannya cukup banyak di perairan Indonesia. Hidupnya terutama di badan-badan air yang banyak ikannya seperti danau, rawa maupun persawahan. Makanannya adalah ikan,  udang, kodok dan sebagainya.  Bagi saya burung ini sangat menarik karena keindahan bentuk tubuhnya. Langsing dengan leher dan paruh yang panjang.

Bangau Danau Batur 4

Berukuran cukup besar, sehingga cukup mudah dikenali dari kejauhan. Burung Kokokan memiliki paruh berwarna kuning dengan ujung hitam, sedangkan di pangkal paruh, warnanya  biru hijau mirip pelangi. Kepala dan tengkuknya berwarna coklat terang kekuningan. Leher dan dadanya berwarna putih dengan garis garis coklat terang. Punggungnya berwarna coklat tua dan sisa tubuh yang lainnya serta sayapnya berwarna putih. Sehingga, jika ia terbang, warna dominant yang terlihat hanyalah putih.

Bangau Danau Batur 5

Pada sore hari, saya lihat burung-burung Kokokan ini bersitirahat di sebatang pohon Beringin yang tak jauh dari tepi danau.


Dirgahayu, Dirgayusa Sekolahku! SMA Negeri 1 Bangli.

$
0
0

Dari Ulang Tahun ke 50 SMA Negeri 1 Bangli. SMA Negeri 1 Bangli Hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2014 kemarin adalah Hari Ulang Tahun Sekolahku, SMA Negeri 1 Bangli yang ke-50. Sungguh sangat beruntung saya bisa pulang ke Bali dan datang kembali ke Sekolah untuk merayakan hari jadinya yang ke 50 itu. Sekalian bertemu dengan teman-teman. Mengingat dalam acara perayaan ulang tahun itu juga sekaligus diadakan Reuni Agung, dimana Sekolah membuka pintu lebar-lebar bagi kepulangan kembali semua murid-murid yang pernah belajar di Sekolah itu sejak awal berdirinya pada tahun 1964.

Sekolah Mengengah Negeri 1 Bangli, menurut cerita  almarhum bapak saya, (cerita yang sama juga disampaikan Kepala Sekolah dan seorang alumni yang masuk pada tahun itu saat sharing kisahnya), berawal dari kesadaran masyarakat akan betapa pentingnya pendidikan bagi kemajuan daerah,  dan keinginan beberapa orang pemuka masyarakat pada jaman itu untuk memajukan pendidikan anak-anak Bangli tanpa harus pergi ke Denpasar. Biasanya jika bersekolah ke luar daerah misalnya ke Denpasar, tentunya orang tua perlu mengeluarkan uang bukan hanya untuk keperluan sekolah saja, tapi juga untuk keperluan lain seperti tempat kost, makan, transportasi dan sebagainya. Istilahnya biarpun hanya berbekal Nasi Cacah (Cacah- sejenis gaplek, terbuat dari ketela rambat yang dikeringkan, biasanya digunakan untuk campuran beras saat menanak nasi, karena pada jaman dulu harga beras sangatlah mahal), namun tetap bisa bersekolah.

Sehingga pada tanggal 1 July1964 dibentuklah panitia  yang merintis berdirinya sekolah ini. Jumlah murid saat itu adalah 49 orang diajar oleh 15 orang guru dan 2 orang tata usaha. Belajarnya di Balai Masyarakat Bangli yang letaknya tak jauh dari wilayah Bancingah. Sebulannya kemudian, pada tanggal 1 Agustus 1964, sekolah ini diakui sebagai filial (kelas jauh) dari SMA Denpasar. Guru-guru pun didatangkan dari Denpasar.

Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 15

Pada tanggal 25 Oktober 1964, secara resmi Sekolah ini ditetapkan statusnya menjadi SMA Negeri Bangli. Nah tanggal inilah yang diperingati sebagai ulang tahun sekolah hingga sekarang.

Saya sendiri adalah angkatan yang masuk pada tahun 1981 dan keluar pada tahun 1984. Kepala Sekolah kami pada saat itu adalah Bapak Made Djata. Banyak guru-guru yang berkwalitas bagus yang saya ingat pada saat itu, seperti misalnya Pak Oka, Pak Artha, Pak Ngakan Perasi Lugra, Pak Pasek, Pak Suratha, Pak Arde,  dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang saya yakin telah berusaha dengan optimal untuk memberikan ilmunya secara maksimal  kepada kami murid-muridnya. Sehingga jika saya ingat-ingat kembali, saya sebagai salah seorang murid SMA Negeri 1 Bangli merasa mampu bersaing dengan sangat baik dalam hal kwalitas dengan murid-murid SMA lain, baik setelah di bangku perguruan tinggi maupun dalam ajang kompetisi antar SMA di provinsi Bali, misalnya di ajang pemilihan Pelajar Teladan se provinsi Bali, dan sebagainya -tidak kalah saing dengan sekolah lain. Demikian juga olympiade sains.  Untuk itu saya ingin sekali mengucapkan rasa terimakasih saya terhadap para guru saya dan sekolah ini.

Keyakinan akan tingginya kwalitas tamatan Sekolah  ini semakin meningkat ketika pada kenyataannya melihat hadirin, para alumnus SMA ini ternyata sangat banyak yang sukses berkiprah di berbagai bidang. Bukan hanya di tingkat Kabupaten, ataupun provinsi, namun bahkan di tingkat Nasional. Mulai dari yang sukses di bidang kepolisian, hankam, pemerintahan, notaris, kedokteran, hukum, dunia usaha dan lain sebagainya. Tidak sedikit alumni yang menyandang gelar Professor hadir di acara ini. Demikian juga yang berpangkat Jenderal, Direktur ataupun Manager perusahaan. Namun ketika  kembali ke sekolah, semuanya berbaur dalam kesederhanaan. Semuanya sama, seperti saat kita masih menuntut ilmu di sini. Kita semua adalah alumni SMA Negeri Bangli yang tercinta.

Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 21 Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 17 Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 18 Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 19 Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 20 Ulang Tahun ke 50 SMA Bangli 16

Pada acara ulang tahun ini dipentaskan berbagai macam tarian yang traditional maupun modern, nyanyian yang dnyanyikan oleh artis ibukota maupnu lokal.

Dirgahayu Sekolahku – Semoga selalu dalam keadaan rahayu, selamat sentosa dan sukses dalam mencapai misi yang dicanangkan. Dan Dirgayusa Sekolahku – Semoga panjang umur agar tetap bisa memberi bekal yang terbaik bagi seluruh siswa-siswa berikutnya agar kelak dapat digunakan untuk kepentingan bermasyarakat.



Ayam Be Keren, Masakan Ayam Traditional Bali Yang Unik Dari Bangli.

$
0
0

ayam keren 1Siap Be Tutu alias Ayam Be Tutu dari Bali! Tentu banyak diantaranya yang sudah pernah mencoba. Karena masakan berbahan dasar ayam itu sekarang tidak hanya dimasak di dapur-dapur penduduk di Bali, tetapi juga mulai banyak rumah makan yang menghidangkannya sehingga pelancongpun banyak yang bisa menikmati masakan traditional ini. Baik yang kuah maupun yang digoreng.

Selain Ayam Betutu, Bali juga memiliki masakan traditional berbahan baku ayam yang sangat istimewa. Namanya Be Siap Keren alias Ayam Be Keren (kedua huruf e dibaca seperti membaca huruf e pada kata dengan).

Ayam Be Keren adalah salah satu jenis masakan traditional Bali dimana ayam yang dibumbuin serupa dengan Ayam Betutu namun dibungkus dengan pelepah daun pinang alias Upih lalu dibakar dengan cara khusus dengan menggunakan sekam dan sabut kelapa. Rasanya sangat lezat, empuk dan gurih dengan wangi bumbu yang mengering karena pembakaran dalam upih.

Secara umum, Ayam Be Keren ini hanya dimasak khusus saat hari raya ataupun saat ada upacara.  Sangat jarang sekali. Saya ingat saat saya  kecil, ibu saya juga selalu memasak khusus Ayam Be Keren ini sebagai hidangan istimewa pada hari raya. Mengapa jarang? Saya tidak tahu sebabnya. Tapi saya menduga karena proses pembuatan masakan Ayam Be Keren ini sedemikian ribetnya.  Setelah saya besar, saya mulai tahu bahwa ternyata masakan Ayam Keren ini memang merupakan tata cara masak traditional yang diwariskan secara turun temurun di dapur-dapur penduduk di Bangli sejak jaman dulu. Sayang sekali saat ini hanya tinggal sedikit orang yang bisa memasak Ayam Be Keren ini dengan cara yang baik dan benar.

Ibu Agung Sugantini, BangliNamun demikian masih sangat beruntung ada Ibu Agung Sugantini dari Puri Kelodan Bangli  yang meneruskan tradisi membuat Ayam Keren ini, melestarikannya dan mengembangkannya sebagai bisnis. Sehingga masyarakat yang sudah tidak bisa lagi cara memasak Ayam Be Keren ini (atau tidak punya waktu untuk membuatnya) kini tetap bisa menikmati Ayam Be Keren ini.

Dan sangat beruntung sekali,  minggu yang lalu saya sempat berkunjung ke rumahnya dan sempat berbincang langsung dengan Ibu Agung sendiri. Ada foto-foto Bu Agung ketika muda. Ada juga foto Bu Agung dengan ibu-ibu pejabat. Termasuk ada juga fotonya dengan Ibu Megawati Sukarnoputeri.  Saya senang sekali karena Ibu Agung menerima saya dengan sangat ramah.

Bu Agung bercerita bahwa beberapa pakar tata boga sudah sempat mengunjungi rumahnya  seperti misalnya Pak William Wongso. Demikian juga beberapa station TV, bahkan station TV luar pernah meliput cara memasaknya.

Be Keren 1

Saya bahkan diajaknya untuk melihat-lihat ke dapur.  Dan benar! Masak Ayam ini memang ribetnya bukan main. Tak heran rasanya sangat lezat.  Nah bagaimana memasaknya?

Pertama, ayam satu ekor utuh dibersihkan, lalu diberi bumbu Basa Gede yang diulek (Basa Gede =Bumbu Besar dalam masakan traditional Bali yang terdiri atas Bawang merah, bawang putih, cabe, garam, lengkuas, kunyit, jahe, kencur, ketumbar,merica, tabya bun, daun salam, terasi).  Berikutnya Ayam yang telah dibumbui ini dibungkus dengan rapi dengan menggunakan Upih (pelepah daun pinang). Mengapa harus dibungkus rapat-rapat?

Membungkus rapat-rapat ayam beserta bumbunya  membantu memastikan bahwa aroma dan rasa bumbu tidak menghilang saat proses memasak, namun tetap tertinggal dan meresap ke dalam daging ayam- jelas Ibu Agung.

Be KerenLalu pertanyaan berikutnya,”Mengapa pembungkusnya harus Upih? Mengapa bukan daun yang lain saja-misalnya daun pisang?“.   Bu Agung menjelaskan bahwa secara turun temurun yang digunakan untuk membungkus Ayam Be Keren selalu Upih. Tentu nenek moyang kita punya alasan mengapanya. Pertama karena Upih adalah pembungkus makanan traditional yang tahan api. Sehingga jika dimasukkan ke dalam tungku sekam, ia tidak akan mudah terbakar hingga ayam didalamnya mencapai tingkat kematangannya dengan baik.

Kedua, Upih sangatlah lentur, sehingga tidak mudah sobek dan  tahan bocor. Hal ini membantu mempertahankan aroma bumbu agar tidak menguap keluar.  Selain itu, saat dibakar,  pelepah pinang juga ikut memberikan cita rasa harum yang istimewa dari Ayam Be Keren yang tidak bisa ditemukan pada jenis masakan lain.

Selain cara dan bahan pembungkusnya yang berbeda dan unik, cara memasak Ayam Be Keren juga sangat unik.  Setelah dibumbui dan dibungkus dengan upih, ayam dimasak dengan cara membakarnya di atas tungku sekam, lalu dieram di dalam paso tanah liat lalu dikubur lagi dengan sekam dan dibakar dengan menggunakan sabut kelapa. Itulah sebabnya mengapa masakan ini disebut dengan nama Be Keren, karena keren maksudanya adalah kerem,mengeram. Tentu saja tanah liat, sekam dan sabut kelapa ini juga memperkaya cita rasa ayam Be Keren ini.

Be Keren 2 Be Keren 3 Memasak Ayam Keren 1

Ayam dimasak selama 15 jam hingga bisa dikatakan matang dengan baik. Begitulah jaman dulu orang tua di Bangli memasak Ayam Be Kerennya yang lezat. Astaga! Bener saja, setelah dimasak selama 15 jam, ternyata Upih itu tidak terbakar habis, walaupun sekam telah menjadi abu. Kini Bu Agung tetap mempertahankan tata cara traditional ini dalam memasak Ayam Be Keren.

Saya sempat bertanya kepada Ibu Agung apakah Ayam Be Keren ini tidak bisa dimasak denga presto saja agar lebih cepat matang dan empuk? “Boleh saja. Tetapi cita rasanya akan jauh menyimpang. Karena tidak dimasak sesuai dengan yang seharusnya” jelas Ibu Agung.

Saya salut sekali dengan usaha Ibu Agung Sugantini untuk melestarikan resep dan tata cara memasak traditional warisan para ahli memasak di Bangli. Semoga kuliner unik  dari Bangli ini  bisa terus dilestarikan dan dikembangkan.

 

 

 


Bandara Ngurah Rai Denpasar: Mengenang Bali Lewat Cartoon.

$
0
0

Sangat senang melihat bandara-bandara di kota-kota di Indonesia mulai berbenah dan jadi cantik bersih layaknya bandara di luar. Mulai dari bandara yang di Makasar,  yang di Medan, yang di Surabaya  hingga yang di  Denpasar. Untuk Bandara Ngurah Rai yang di Denpasar ini, walaupun sudah bolak balik pulang saat bandara sedang dibetulkan, begitu jadi dan semua sekat-sekat daruratnya dibongkar eh..saya malah pangling sendiri. Ketika pulang saya turun di Kedatangan Internationalnya, rasanya ke tempat parkir hanya pendek sekali jaraknya. Tapi ketika harus berangkat lagi, saya masuk dari pintu Keberangkatan Domestik, kok tempatnya jauuuuh dan berbelok-belok. Saya sendiri bingung dan merasa tulalit. Agak lama saya mikir, baru saya ngeh, rupanya area Domestik sekarang bertukar tempat dengan area International. Dan tentunya sudah banyak perombakan juga. Oooh… pantas saja.

Tapi saya senang,  terutama karena sekarang bandara terasa sangat bersih, dingin dan terang benderang.  Semuanya terasa baru. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah pilar-pilar di aula persis di depan  masuk. Pilar-pilar penyangga itu dihiasi dengan panel-panel yang bergambar cartoon. Karena saya menyukai karya-karya lukisan, gambar, cartoon dan sejenisnya, maka sayapun mendekat dan mengamatinya satu per satu.

Rupanya cartoon-cartoon ini adalah karya BOG-BOG, Bali Cartoon Magazine – majalah kartun bulanan yang sangat terkemuka di Bali.

Airport Ngurah Rai Cartoon 1

Cartoon ini bercerita tentang situasi sehari-hari di Bali. Tentang keriuhan susananya. Dan bagaimana Bali menggeliat diantara adat istiadat, pariwisata dan perkembangan teknologi informasi. Semuanya digambarkan oleh Bog-Bog dengan konyol yang mengundang senyum saya. Di tepi pantai misalnya  digambarkan para wisatawan sedang sibuk dengan kegiatan berliburnya. Ada yang berjemur dengan santai, sedangkan pasangan di sebelahnya  saking asyiknya hingga tak sadar kakinya kecapit kepiting dan saat berteriak, ternyata payung mataharinya pun ikut ngejeplak dan menjepitnya sendiri. .ha ha. Di sebelahnya tampak orang penakut yang mencoba memberanikan diri bermain”bungy-jumping”, sementara wisatawan lain juga tampak sedang berselancar. Sementara tak jauh dari satu tampak sebuah Pura sedang ada upacara. Orang-orang digambarkan sedang beriringan membawa banten di atas kepalanya pergi ke pura. Tapi kalau kita perhatikan, ternyata di dekatnya ada juga wanita yang membawa …..tas golf beserta  stick-nya di atas kepalanya. ha ha. Di sini juga kita melihat Pecalang yang sedang  berjaga dengan pentungan dan kain polengnya. Lelaki yang sibuk dengan ponselnya berupaya menggaruk Dollar. Orang bermain layang-layang, sapi yang menganggur di sawah karena tugasnya sudah digantikan oleh mesin. Juga lahan yang makin menyempit yang membuat penduduk sekarang menjemur pakaiannya di tempat ketinggian. Yah.. itulah potret Bali.

Airport Ngurah Rai Cartoon 3

Setelah melihat gambar itu saya berpindah untuk melihat cartoon Bog-Bog yang lainnya.  Ha ha..di sini saya melihat delegasi kesenian Barong yang akan bepergian ke luar dan tentunya Barongpun tidak luput dari pintu Scan ya. Repot sekali tampaknya. Tapi karena harus, ya… Barongpun harus lolos scan terlebih dahulu sebelum naik pesawat.

Airport Ngurah Rai Cartoon 6

Di pilar berikutnya Bog-Bog menggambarkan kebiasaan orang Bali melakukan upacara “melaspas” segala peralatan/tempat yang baru akan digunakan. Tujuan dari upacara ini adalah untuk berterimakasih kepadaNYA bahwa telah diberkahi rejeki sehingga mampu memiliki tempat/peralatan baru yang siap digunakan dan memohon agar diberikan keselamatan dalam penggunaannya. Itu berlaku untuk apa saja.Misalnya jika seseorang membuat rumah baru, membeli motor baru, membeli mobil baru dan tentunya juga jika ada ….pesawat baru. Di sini digambarkan orang-orang sedang mengupacarai pesawat Bog Airways. Sementara pemuka agama sedang melakukan doa di lapangan pacu, para wisatawan terheran-heran dan sibuk memotret dan mengabadikan kegiatan itu.  Ah! Ada-ada saja.

Airport Ngurah Rai Cartoon 7

Cartoon berikutnya masih cerita di seputaran bandara. Bog-Bog berkisah tentang kesukaan pria Bali akan Ayam Jago. Saking sukanya, kemanapun ia pergi si Ayam Jago harus ikut serta. Nah masalahnya kalau dibawa ke bandara, tentu sang Ayam harus juga melewati X-ray scanners untuk memastikan bahwa di dalam tubuh ayam iu tidak diselundupkan benda-benda yang berbahaya bagi penumpang lain. erlihat sang pria pemilik ayam merasa stress khawatir ayamnya akan berakhir menjadi ayam goreng jika melewati tunnel X-ray itu. Ha ha..lucu juga.

Airport Ngurah Rai Cartoon 5

Di pilar yang lain  juga menceritakan tentang siuasi sehari hari di Bali. Kota yang sibuk dan persawahan yang masih tenang namun juga sudah mulai termodernisasikan disertai kegiatan wisata rafting  yang juga merambah sungai-sungai di pedalaman.

Airport Ngurah Rai Cartoon 9 Airport Ngurah Rai Cartoon 8 Airport Ngurah Rai Cartoon 4 Airport Ngurah Rai Cartoon 2

Rupanya pillar-pillar itu memiliki panel 2 sisi. Di mana di sisi sebelahnyapun ada gambar cartoonya juga. Semuanya membuat saya tersenyum. Sampai di sini saya berhenti.

Saya pikir cartoon adalah seni yang sangat kontekstual. Jika orang tidak pernah melihat faktanya, tidak pernah mengalaminya,tidak pernah datang ke tempat itu dan tidak mengerti latar belakang budayanya, tentu akan sulit  untuk memahami konteksnya. Sehingga apa yang tergambar lucu bagi orang-orang tertentu yang mengenal Bali dengan baik, belum tentu dianggap lucu bagi orang yang baru mengenal Bali dan tidak memahami konteks yang diceritakan oleh penutur dan penggambarnya. Tapi setidaknya bagi orang yang sudah pernah ke Bali, minimal sebagian dari yang diceritakan oleh cartoon di atas mungkin bisa dipahami. Dan ketika langkah kaki para wisatawan ini menghilang di balik pintu pesawat dan membawa mereka pulang kembali ke kota maupun ke negaranya masing-masing, setidaknya cartoon-cartoon ini akan ikut membantu mereka untuk mengenang Bali. Saya menoleh ke Cartoon itu lagi yang seolah  berkata ” Jangan lupa pulang kembali ke Bali!“. Bog-Bog Cartoon Magazine ikut membantu orang lain tersenyum dan senang ketika mengenang Bali.

Tepat ketika saya akan mengakhiri tulisan ini, entah kenapa dengan sangat kebetulan tiba-tiba sahabat saya Jango Paramartha, sang cartoonist sekaligus pendiri dan boss dari BOG-BOG, Bali Cartoon Magazine yang karyanya baru saja saya bahas dan tulis di atas, tiba-tiba nongol di Time Line FaceBook saya hanya untuk say hello dan berkomentar atas sebuah status yang saya tuliskan di Face Book.

jango 1

Padahal sebelumnya ia tidak tahu kalau saya sedang menulis tentang karya-karyanya yang dipampang di Bandara Ngurah Rai itu. Padahal sebelumnya saya memang berniat untuk memberitahukan soal tulisan saya ini setelah saya publish. Tapi rupanya ia nongol duluan. Sangat kebetulan. Sangat kebetulan!. Saya kaget dan senang, tentu saja… Akhirnya kamipun mengobrol juga tentang hal lain. Wah..kok kebetulan sekali ya?.Nah sekarang barangkali saya perlu memberitahukan kepadanya tentang tullisan saya ini kepadanya.

Sukses untuk Bandara Ngurah Rai! Sukses juga untuk Bog-Bog Magazine!. Sukses untuk Jango Paramartha!

 


Menengok Sepintas Kesenian Rakyat Banyuwangi.

$
0
0

GandrungIni cerita tercecer dalam perjalanan saya ke Banyuwangi beberapa saat yang lalu. Setelah keluar dari Bandara Blimbing Sari dan melewati persawahan yang hijau penuh dengan populasi burung-burung sawah yang menarik perhatian saya, akhirnya saya memasuki kota Bayuwangi.  Hari masih pagi. Teman saya menawarkan pilihan apakah saya mau beristirahat dan sarapan pagi di Hotel sambil menunggu waktu, atau mau ikut dengannya menjemput beberapa orang teman  di Stasiun Kereta Api. Mereka baru datang dari kota-kota lain. Daripada istirahat dan ngopi-ngopi di Hotel, saya lebih memilih untuk ikut saja sambil melihat-lihat suasana.

Ketika kembali dari Stasiun kami melewati sebuah jalan yang sangat ramai. Banyak orang dan mobil parkir di sekitarnya. Terdengar suara musik traditional. Wah! Sangat kebetulan.Sayapun berhenti sejenak dan mendekati tempat keramaian itu. Rupanya ada Kesenian Jaranan, barangkali  dalam rangka memperingatai Hari ABRI.  Karena saya lihat ada banyak bapak-bapak dan ibu-ibu tentara ada di sekitar area itu dan juga duduk di bangku tamu undangan.

Ada seorang penari Gandrung sedang menari sambil bernyanyi. Saya sangat senang melihat liak liuk gerakan tarinya. Sang penari mengenakan kain merah dan selendang merah, dengan penutup dada berwarna hitam yang dihiasi ornamen etnik yang cantik.  Demikian juga mahkota kepalanya dihiasi dengan ornamen-ornamen. Ia terus menari dan menyanyi diiringi suara musik Banyuwangi yang terdengar unik di telinga saya. Kakinya selalu ditutupi dengan kaus kaki berwarna putih. Musiknya didominasi oleh suara gangsa, kendang, suling. Sangat  indah.

Ada banyak ragam Kesenian Banyuwangi.Sebagian diantaranya memiliki kemiripan dengan Kesenian Bali. Demikian pula musiknya. Sangat dinamik. Ada banyak unsur yang serupa. Barangkali karena memang bertetangga ya. Walaupun demikian banyak juga yang berbeda,sehingga saya menjadi sangat ingin tahu. Selain Gandrung yang baru saha habis beraksi, saya juga melihat ada Kesenian Barongan dengan beberapa jenis Barong.

Barongan Banyuwangi 2 Barongan Banyuwangi 1 Barongan Banyuwangi

 

 

Ketika saya sedang asyik menonton, tiba-tiba salah seorang Ibu Tentara itu mendekati saya dan memperkenalkan dirinya. Namanya Ibu Serma Dewi SH. Beliau mengajak saya ngobrol dengan ramah dan mempersilakan saya duduk di bangku undangan. Hah? tentu saja saya malu. Saya bukan siapa-siapa. Bukan undangan. Bukan tentara. Bukan pula pejabat. Saya hanya seorang rakyat yang kebetulan lewat dan tertarik mampir ingin mengetahui serta memotret-motret tentang Kesenian Banyuwangi ini.

Rupanya beliau ini adalah  Pembina Sanggar Kesenian Gempar Budoyo yang sedang manggung itu. Pantesan kok seragam pemain gamelannya loreng semua, mirip tentara. Ibu Dewi bercerita bahwa sebagai salah satu bentuk kemanunggalan ABRI dengan rakyat, mereka membina anak-anak susah dan kurang mampu agar menjadi lebih mandiri, termasuk dalam hal berkesenian. Dalam hal ini ABRI mewadahinya dalam bentuk Sanggar Kesenian. Wah..upaya yang sangat bagus dan mulia ya.  Saya merasa salut dengan upaya para Ibu dan bapak tentara ini membina rakyat yang  kurang mampu namun berbakat dalam kesenian. Kesenian Banyuwangi hidup di daerah asalnya sendiri. Tetap cemerlang di tengah bentuk kesenian tradisional yang memudar diserbu oleh perkembangan jaman yang membawa unsur-unsur peradaban lain.

Saya pikir, walau bagaimanapun gencarnya perubahan jaman dan kesenian asing  menginvasi sebuah kelompok masyarakat, namun saya sangat yakin Kesenian traditional itu akan tetap ada dan lestari, hanya  jika masyarakat pemiliknya tetap melakoninya.

Sebenarnya masih sangat ingin berdiri di situ dan menonton lebih banyak lagi.  Sayang, matahari sangat cepat naik.Sebentar lagihari menjadi siang. . Dan saya harus segera pamit karena harus segera menunaikan pekerjaan saya.


Kegembiraan Pagi Burung-Burung Di Sekitarku.

$
0
0

Hi! Dunia pinggir kali belakang rumah, apa khabar?

Rasanya belakangan ini saya banyak bepergian meninggalkan rumah dan jadi kangen juga pada kedamaian pagi kehidupan liar tepi kali belakang rumah. Walaupun hujan mulai turun sedikit-sedikit, namun jejak musim kemarau belum membuat air kali menjadi penuh. Tepi kali masih agak kering, tapi  kehidupan di dalamnya kelihatan masih tetap exist.

CerukcukSeekor Burung Cerukcuk (Pycnonotus goiavier)  hinggap di atas tembok perumahan. Menarik perhatian saya,  karena berada dalam jarak yang cukup dekat dengan tempat saya berdiri. Ia berkicau dengan merdunya. Seolah sedang bercengkrama dengan sinar pagi.

Cerukcuk 2Tak seberapa lama seekor Burung Cerukcuk lain hinggap sambil membawa makanan di paruhnya. Sobekan buah Coccinia yang sudah matang memerah, yang ia cabik dari pohonnya yang merambat di kawat tembok kali. Ia mendekat dan memamerkan makanan yang didapatnya pagi itu, seolah berkata kepada temannya “Mengapa  kau tak nikmati juga anugrah alam yang merah merekah ini?”

Cerukcuk 3

Melihat temannya makan dengan nikmat, maka burung Cerukcuk yang pertamapun ikut menclok di rambatan pohon Coccinia, lalu makan di sana.

Cerukcuk 1

Saya menggeser posisi saya berdiri agar bisa melihat burung itu dengan lebih jelas. Ia sibuk mencabik-cabik buah Coccinia yang matang. Kulitnya sobek dan memperlihatkan biji dan isinya yang berwarna jingga kemerahan. Rasanya tentu sangat manis.  Betapa riangnya mereka mencari makan di pagi hari. Sementara temannya yang sudah menghabiskan makanannya kini kembali berkicau riang. Ah.. rasa gembira itu  ikut menjalar ke dalam hati saya.

Cerukcuk 4

Saya terus memperhatikan tingkah lakunya hingga ia kenyang dan akhirnya  mereka terbang entah kemana. Kembalilah besok, wahai burung-burung!

Alam memberikan kelimpahan makanan bagi burung-burung dengan gratis. Alam memberikan kelimpahan kegembiraan bagi burung-burung dengan gratis.Alam juga memberikan kelimpahan kebahagiaan bagi hati saya  yang  melihat kegembiraan burung-burung itu… juga dengan gratis.

Betapa alam sesungguhnya mencintai kita manusia. Sekarang tergantung bagaimana kita memaknainya…

 

 


Ricci Cup XV: Mendorong Anak Untuk Berprestasi…

$
0
0

aldoSepulang kerja, saya menemukan anak saya yang kecil sangat sibuk. Biola, kardus, spidol, lem dan gunting bertebaran di lantai. “Lagi ngapaian, nak?” tanya saya pengen tahu dan melihat ke gambar Biola yang ia buat di atas kardus. Anak saya tidak menyahut seketika. Tangannya meneruskan garis dari spidol yang ia bentuk menjadi gagang biola dan matanya sesekali melirik biola sungguhan yang tergeletak di depannya. Saya berdiri menunggu. “Lagi bikin biola mainan, Ma” jawabnya ketika garisnya selesai. Saya menonton ia bekerja.

Lalu ia mulai menggunting. Saya pikir ia mengalami kesulitan, karena wajahnya meringis. Kardus itu agak tebal dan terlalu keras untuk tangannya yang mungil. “Mari Mama bantuin menggunting” saya menawarkan bantuan. Awalnya anak saya tidak mau menyerah pada kardus itu, tapi akhirnya ia menerima tawaran saya untuk membantunya meneruskan menggunting. Ia sendiri beralih membuat mahkota kepala dengan antena yang mirip antena belalang. Setelah saya selesaimenggunting, ia mulai menempel. Akhirnya jadilah biola dari kardus seperti yang ia design. Ha..lumayan bagus juga. “Untuk apa biola mainan ini?” tanya saya ingin tahu.

Anak saya bercerita kalau ia terpilih mewakili sekolahnya untuk ikut Story Telling Competition dalam memperebutkan Ricci Cup XV. Dan ia butuh beberapa alat pendukung untuk pentasnya nanti. Ha?! Story Telling?? Mewakili Sekolah pula??

Anak saya yang kecil ini  berbahasa Inggris dengan baik, namun mata pelajaran Bahasa Inggris bukanlah favoritnya.  Agak berbeda dengan kakaknya yang memang sangat suka belajar Bahasa asing.  Sehingga ketika ia mengatakan terpilih mewakili Sekolahnya dalam kompetisi Story Telling, saya sendiri agak heran.  “Kapan?” tanya saya. “Dua hari lagi. Tapi besok aku di camp, untuk ikut acara sekolah yang lain. Jadi tidak sempat membuat persiapan ini lagi” katanya.

Aduuuh. Kok mendadak begini ya? “Ya.Memang baru juga dikasih tahu Ibu Guru“katanya. Entah kenapa saya merasa was-was. Bagaimana anak saya akan melakukannya ya? Saya belum pernah melihatnya berlatih. Cerita apa yang akan dibawakannya? Bagaimana ia akan mengatur alur ceritanya? Volume suaranya? Mimiknya? Kostumenya? Dan sebagainya?  Aduuuh. Tapi saya harus mendukung anak saya untuk bertarung dengan baik. Karena menurut saya, kompetisi merupakan ajang yang sangat baik untuk mengasah kemampuan anak. Kompetisi memberikan kesempatan buat anak untuk menjajal kemampuannya dibandingkan dengan kemampuan anak-anak lain setingkatnya, sehingga ia bisa mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Kompetisi juga akan melatih jiwanya menjadi lebih sportif.

Saya lalu memintanya mencoba melakukan Story Telling di depan saya terlebih dahulu. Ingin tahu kesiapannya. Ia pun beraksi. Gaya berceritanya sangat jenaka. Kalimat demi kalimat meluncur dari mulutnya dengan sangat lancar. Sambil memperagakan adegan demi adegan antara sang Belalang dan Sang Semut silih berganti diikuti mimik mukanya yang sangat kocak. Saya terpingkal-pingkal dibuatnya. Sungguh ia seorang dalang yang baik.  Ooh..jadi ceritanya tentang “The Ants and The Grasshopper“.

Kini saya mengerti mengapa ia dipilih oleh gurunya untuk mewakili Sekolahnya ke ajang kompetisi. Ia bisa mengekspresikan peranan setiap character dengan cukup baik dan dengan Bahasa Inggris yang fasih.  Saya hanya memintanya untuk mempertajam nada suara antara character satu dengan yang lainnya.Selebihnya saya lihat semuanya sudah cukup bagus.  “Semoga menang!”, tentu saja itu harapan saya.  Saya ingin anak saya bangga dengan apa yang ia capai. Bangga akan prestasinya. Bangga akan dirinya sendiri. Dan bangga itu tidak sama dengan sombong.

Tibalah pada hari H-nya!.

Hari dimana dilangsungkan Ricci Cup XV untuk memperebutkan piala-piala di kompetisi Story Telling, Speech dan Solo Vocal. Diikuti oleh murid-murid perwakilan berbagai Sekolah di Jakarta. Anak saya yang besar bertugas menjadi MC acara Speech Contest di tingkat SMP. Ia bangun lebih cepat dari biasanya dan bergegas berangkat sekolah.  Karena kesibukan kantor yang tidak bisa saya alihkan, sayang sekali saya tidak bisa datang, walaupun jauh-jauh hari anak saya sudah memberi kode ” Parents can come”. Jadi saya hanya memberinya semangat saja.

Andri

Anak saya yang besar ini sudah cukup sering dipercayakan sekolahnya menjadi MC berbahasa Inggris. Jadi saya tidak terlalu mengkhawatirkannya. Saya yakin ia tidak akan mengalami demam panggung lagi. Walaupun dalam acara ini tentu tamu-tamu, para undangan dan peserta kontes datang dari berbagai Sekolah. Semoga ia bisa me’manage’ dirinya sendiri.  Selain itu, menjadi MC dengan menjadi peserta kompetisi tentu tingkat ketegangannya berbeda.  Kali ini anak saya yang besar tidak ikut berkompetisi apapun juga. Hanya menjadi MC saja.  Jadi sedikit agak lebih santai. So…good luck, Nak! Semoga bisa melakukan job dengan baik dan sukses membawa nama baik Sekolah.

Halnya anak saya yang kecil, rupanya ia bertanding di ruang kelas yang lain. Bukan di ruang di mana kakaknya menjadi MC. Akibatnya sang kakak juga tidak sempat melihat adiknya beraksi di panggung. Syukurnya,  Ibu gurunya berbaik hati merekam anak  saya saat ber’Story Telling ” di atas panggung, lalu memberikan rekamannya kepada kami. Lumayan! Jadi saya bisa melihat aksi anak saya saat berlomba. Tampak bagus dan ia terlihat pede dengan aksinya. Ada 35 orang peserta yang datang dari berbagai sekolah di Jakarta.

Hari Senin, keluarlah pengumumannya. Horeee!!!!. Saya mendapat kabar dari gurunya,  ternyata anak saya berhasil menggondol Juara I dalam kontes Story Telling itu. Wah, hebat!.   Sungguh saya tidak menyangka sebelumnya, ia akan menjadi pemenang pertama dalam pertandingan antar sekolah ini. But he did it!. Ia mendapatkan piagam dan berhasil menggondol piala untuk sekolahnya. Melihat usaha, kreativitas dan kemampuannya, saya pikir ia memang layak mendapatkannya. He deserves for the best!.

Tentu saja saya bangga kepada kedua anak saya. Baik yang menjadi MC maupun yang mengikuti kompetisi Story Telling. Keduanya menunjukkan prestasinya dengan baik.

Kompetisi, mendorong anak untuk berprestasi!

 

 

 


Viewing all 1014 articles
Browse latest View live